Jakarta - Ilmuan politik, Saiful Mujani menegaskan bahwa argumen penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 karena ekonomi sangat lemah.
Saiful menyebut, pandangan yang dikemukakan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, bahwa kalangan pengusaha menginginkan penundaan Pemilu, butuh penelitian lebih lanjut.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui apakah betul para pengusaha tidak menginginkan Pemilu dilakukan sekarang. Sebab, menurutnya, para pengusaha sudah mengalami Pemilu dengan baik selama 20 tahun.
Pernyataan itu disampaikan Saiful Mujani melalui kanal YouTube SMRC TV bertajuk "Alasan-alasan Penundaan Pemilu", yang tayang pada Kamis, 3 Maret 2022.
Argumennya, kata Saiful, mungkin adalah bahwa pembangunan ekonomi butuh stabilitas.
Sementara pemilu potensial bisa menciptakan konflik, riak-riak dan seterusnya yang akan mengganggu stabilitas. Argumen ini menurutnya sangat Orde Baru.
"Boleh khawatir, tapi Indonesia sudah punya pengalaman menyelenggarakan Pemilu berkali-kali, mulai dari Pemilu 1999 sampai 2019. Dan Pemilu-pemilu ini dinilai oleh dunia internasional berjalan dengan baik," kata Saiful.
Pendiri SMRC ini menerangkan bahwa hampir semua negara di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus, sekitar 3 persen.
Begitu memasuki 2021, pertumbuhan ekonomi dunia mulai terjadi recovery, tumbuh rata-rata 5 persen.
Bahkan ada proyeksi dari Bank Dunia, IMF, termasuk BPS, ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 5 persen di 2022. Ini di atas rata-rata dunia yang kurang lebih 4 persen.
Karena itu, dia menegaskan tidak cukup argumen yang menyatakan bahwa pemilu bisa ditunda dengan alasan pemulihan ekonomi.
Pasalnya, lanjut dia, ekonomi sekarang mulai pulih. Dari 2020 sampai sekarang, Indonesia sudah on the right track seperti negara-negara lain di dunia.
Bahkan pada 2020, dibanding dengan negara-negara lain di G-20, Indonesia akan tumbuh terbaik kedua setelah India. Tidak banyak negara yang bisa mencapai itu di dunia.
"Karena itu tidak ada alasan ekonomi yang bisa memundurkan Pemilu. Atau kalau mau memundurkan Pemilu ke 2027 dengan alasan ekonomi, perbaiki lagi argumennya supaya lebih solid," tuturnya.
Saiful mengambil contoh kasus pada tahun 1998, di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi jatuh sampai minus sekitar 13 persen.
Pada tahun 1999, Pemilu dilaksanakan di bawah presiden Habibie, dan sejak itu ekonomi mulai tumbuh positif.
Pada Pemilu berikutnya pada tahun 2004, ekonomi Indonesia bahkan tumbuh 5 persen. kemudian, pada 2014 dan 2019, ekonomi juga tumbuh sekitar 5 persen.
"Tidak benar Pemilu bisa memperburuk pembangunan ekonomi. Ekonomi tetap tumbuh dalam setiap Pemilu yang diadakan. kita sudah punya pengalaman mengelola kebebasan politik, dan sejauh ini beriringan dengan baik dengan pembangunan ekonomi," tuturnya.
"Penundaan Pemilu karena alasan ekonomi belum meyakinkan. Kita tidak menghalang-halangi aspirasi untuk penundaan Pemilu. Tapi tolong argumennya diperbaiki," ucap Saiful Mujani.[]