Daerah Sabtu, 30 Juli 2022 | 14:07

Sebut Balige Harus Jadi Kota Batak, Bupati Poltak Sitorus Dicap Banyak Cakap

Lihat Foto Sebut Balige Harus Jadi Kota Batak, Bupati Poltak Sitorus Dicap Banyak Cakap Kondisi salah satu ruang publik di kota Balige, Kabupaten Toba, tampak semrawut. (Foto: Opsi/Jumpa Manullang)
Editor: Tigor Munte Reporter: , Jumpa Manullang

Balige - Tota Manurung merespons pernyataan Bupati Toba Poltak Sitorus saat pembukaan Festival Literasi Balige 2022, yang menyebut Balige harus bisa menjadi kota Batak.

"Balige bisa menunjukkan identitas Batak," ujar Bupati Poltak saat pembukaan festival literasi tersebut pada Kamis, 28 Juli 2022.

Bagi Tota, pernyataan itu hanya sekadar lelucon. Bupati Poltak yang sudah dua tahun menjabat, bekerja tanpa bukti riil.

"Itu bupati hanya banyak cakap, gak ada yang dilakukannya di kota Balige. Kumuh dan semrawut," kata Tota dihubungi Sabtu, 30 Juli 2022.

Tota mengungkap, sampai saat ini di era program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional atau KSPN, tata ruang kota Balige sangat semrawut. 

Dia membeber lima bukti.

"Tak ramah bagi pedesterian (pejalan kaki) banyak lubang, jadi lapak pedagang. Lalu balerong Balige sebagai ikon Balige dan Pasar Tradisional Balige telantar dengan proyek tak kunjung selesai," katanya.

Tota Manurung (Dok: Tota Manurung)

Tota juga menilai Bupati Poltak tidak memperhatikan upaya pelestarian cagar budaya di Toba.

"Buktinya kawasan Taman DI Panjaitan yang di dalamnya ada rumah Batak dan balai desa telantar. Dan parkir semrawut, dikuasai mafia parkir yang disetor ke oknum pegawai Dishub Toba, target PAD dari parkir tak realistis," katanya.

Bupati Poltak kata dia, juga tanpa konsep soal ruang terbuka hijau bagi generasi muda di Balige, yang sejak dulu dikenal sebagai kota pelajar.

"Dan tak ada ruang terbuka atau ruang publik, fasilitas untuk remaja dan pelajar yang layak dibangun Pemkab Toba, padahal SDM Unggul adalah visi Bupati Toba saat ini," ujarnya.

Anti Kritik

Menanggapi pernyataan Bupati Toba Poltak Sitorus bahwa masyarakat pemerhati harus memberikan solusi jika getol memberikan kritik, menurut Tota itu bahan introspeksi jika ingin Toba maju.

"Dalam berbagai kesempatan Bupati Toba merespons para pemerhati yang menyampaikan kritik supaya memberikan solusi jangan hanya mengkritik, hal ini sangat tidak masuk akal, terkesan linglung. Sebab bupati sebagai pelaksana UU harusnya paham tentang tugas pokoknya," katanya.

Sastrawan Saut Situmorang dan Nestor Rico Tambun di tengah semrawutnya kota Balige pada Rabu, 28 Juli 2022. (Foto: Opsi/Jumpa Manullang)

Menurut Tota, Bupati Poltak diberi amanah bahkan digaji oleh rakyat untuk melayani rakyat. Bupati Poltak tidak perlu over reaktif atau alergi menanggapi para pecinta Toba yang memberikan kritik, sebaliknya harus menjadi bahan introspeksi.

"Sudah dua tahun lebih Pemerintahan Kabupaten Toba di era Poltak- Tonny, tak ada kemajuan, gamang dan penuh keraguan. Hal ini dibuktikan dengan ketidakmampuan Bupati Toba memilih pejabat yang definitif," tukas dokter pelatih boarding school tersebut.

Menurutnya, Bupati Poltak tidak berani bertindak tegas. Tidak paham roh otonomi daerah, hingga akhirnya tak ada kemajuan dan hasil yang signifikan di Toba.

Bupati Poltak hanya sibuk mengikuti seremoni, mencari selembar piagam, dan manggung di panggung pendeta. Padahal beban rakyat Toba menurut dia, setelah resesi ekonomi di pandemi ini sangat berat.

"Sangat disayangkan, Kabupaten Toba tak cepat merespons kebijakan pemerintah pusat yang menjadikan Kawasan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional," tandasnya.

Sebelumnya, Festival Literasi Balige 2022, diwarnai penampilan dan pemakaian bahasa Batak dalam sejumlah rangkaian kegiatannya.

Ini diapresiasi Bupati Toba Poltak Sitorus saat hadir dan membuka Festival Literasi Balige 2022 pada Kamis, 28 Juli 2022 di TB Silalahi Center, Balige.

Balerong Balige sebagai ikon Balige dan Pasar Tradisional Balige telantar dengan proyek KSPN tak kunjung selesai. (Foto: Opsi/Jumpa Manullang)

Dia mengakui, banyak bahasa Batak asli yang maknanya tidak dimengerti lagi. Itu sebabnya dia merasa Festival Literasi Balige sangat tepat diselenggarakan.

"Agar kita mengenal dan mengerti diri kita sendiri lebih dalam. Kita sudah mulai kehilangan identitas siapa kita," katanya.

Dia memberi contoh, dalam hal tradisi topi Batak yang banyak meniru desain topi etnis lain dan hanya diganti bahannya saja, yakni dari bahan ulos.

Bupati Poltak juga berharap festival literasi bisa mengenalkan Batak dahulu, sekarang dan masa depan. 

“Kalau kita tidak bisa jawab siapa itu orang Batak maka bagaimana kita menjawab itu kepada seluruh dunia?" tukasnya.

Apalagi kata dia, kawasan ini menjadi destinasi pariwisata super prioritas. "Maka kita tidak mungkin hanya menjual keindahan alam saja yang sifatnya sementara. Kita juga menjual budaya dan seni di samping keindahan alamnya,” tukasnya.

Dia menegaskan, melalui festival literasi, Balige harus bisa menjadi Kota Batak. Masyarakatnya bisa menunjukkan identitas sebagai Batak.

"Balige bisa menunjukkan identitas Batak," ujarnya.

Poltak pun mengingatkan tentang hilangnya story telling atau cerita yang sangat bernilai tentang Toba. Story telling yang menceritakan nilai sejarah, budaya, dan fakta nyata tentang Toba.

“Saya minta bagi para sastrawan dan penulis agar kita bisa buat story telling yang bernilai tentang Toba," katanya.

Bupati Poltak Sitorus pada acara pembukaan Festival Literasi Balige 2022 pada Kamis, 28 Juli 2022. (Foto: Opsi/Jumpa Manullang)

Disebutnya, kalau ada story telling yang berdasarkan data dan dokumen yang jelas maka diyakini akan banyak orang tertarik dan datang melihat serta mengenal langsung.

"Karena yang mahal bukan alamnya saja, namun kisah dan cerita yang bernilai tentang Toba. Cerita membuat orang dari kejauhan datang, ingin dapat kenangan yang banyak karena cerita itu,” tutur dia.

Dia lebih jauh mengajak para peserta festival memulihkan kembali Batak ke bentuk orisinal.

Batak Naraja, yakni Batak yang berkepribadian seperti raja. Karena Batak Naraja adalah kepribadian unggul orang Batak. 

Namarugamo, yakni memiliki kasih. Namaradat, penuh kesantunan, menolong, dan gotong royong).

Namarparbinotoan, yakni berilmu pengetahuan), dan Namaruhum, yakni taat hukum.

“Kami juga meminta baik karya sastra seperti puisi, cerpen, andung, gambarkanlah Batak Naraja, Anak ni Raja, Boru ni Raja harus jadi problem solving. Kita jadikan Balige kita ini Kota Batak,” katanya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya