Daerah Sabtu, 30 Juli 2022 | 10:07

Seleksi Calon Bawaslu Sulbar Diduga Sarat Nepotisme

Lihat Foto Seleksi Calon Bawaslu Sulbar Diduga Sarat Nepotisme Kantor Bawaslu Sulbar. (Foto: Opsi/Eka Musriang)
Editor: Rio Anthony Reporter: , Eka Musriang

Mamuju - Seleksi penerimaan calon anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Barat (Sulbar) diduga sarat akan nepotisme.

Menurut Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Manakarra, Ansar, sejumlah calon yang lulus ke 12 besar seleksi tersebut memiliki kedekatan dengan Tim Seleksi (Timsel).

"Salah satunya, Hamrana Hakim yang merupakan teman dekat dengan Imelda Adhi Yanti yang juga Ketua Timsel," kata Ansar, kepada Opsi.id, Jumat, 29 Juli 2022.

Begitu pula dengan Rahmaniah yang merupakan keluarga dekat atau sepupu dari salah seorang Timsel, Aswan Rauf. Sementara Nasrul, keluarga dekat atau saudara ipar dengan Muhammad Yusri.

Sehingga, kata Ansar, seleksi calon Bawaslu Sulbar tersebut memiliki sejumlah kejanggalan.

"Yang masuk 10 besar hasil tes CAT nya, tidak lulus ke 12 besar. Sedangkan ada yang tidak masuk 10 besar nilainya, tapi lulus 12 besar," kata Ansar.

Misalnya, kata dia, Ansharullah dengan nilai CAT 58, Faisal Jumalang nilai CAT 58, serta Usman Sahamma nilai CAT 57. Namun, mereka tidak lulus ke 12 besar.

"Sementara Hamrana Hakim dengan nilai 41, serta Rahmaniah dengan nilai 39, lulus 12 besar. Setinggi apakah nilai psikotes mereka?," tanyanya.

"Inilah salah satu kejanggalan. Yang seharusnya, nilai ini diperlihatkan ke publik karena disini murni nilai dari kompetensi, jadi tidak ada yang harus kita rahasiakan," sambung dia.

Kecuali, kata Ansar, kalau memang ada niat lain yang terselubung. Sehingga, hal tersebut menjadi bahan evaluasi juga untuk Bawaslu RI untuk meminimalisisir celah kecurangan jika memang ingin melihat demokrasi yang baik.

"Karena yang lulus murni daripada hasil kompetensi, bukan kongkalikong dari Timsel" kata Ansar.

Lanjut Ia menjelaskan, Hamrana memiliki hubungan erat dengan Ketua Timsel melalui ikatan salah satu kelembagaan.

"Hamrana terbukti 10 hingga 11 tahun mengabdi di Telkomsel. Apakah memiliki pengalaman kepemiluan, sedangkan salah satu pertimbangan dalam perekrutan Bawaslu ataupun Panwascam adalah pengalaman pemilu dibuktikan dengan sertifikat," katanya.

Ansar menganggap, Timsel tidak objektif dalam melakukan seleksi, akan tetapi berdasarkan subjektifitas. Sehingga kompetensi di abaikan dan keterbukaan perekrutan hanya omongan saja, agar diakui integritasnya.

"Namun kenyataannya hanya formalitas, tanpa kita pikirkan bahwa anggaran yang kita gunakan adalah uang negara yang berkisar Rp 300 hingga 500 juta," kata Ansar.

"Hasil CAT yang tadinya disiarkan live YouTube, tiba-tiba diprivat. Ada apa?," katanya.

Salah satu tugas dari Bawaslu Sulbar, kata Ansar, mensurvei Bawaslu kabupaten, serta Panwascam.

"Inilah sebabnya, kita butuh orang yang berkompeten, yang dibuktikan dengan sertifikat. Saya sedikit banyak tahu tentang pekerjaan seorang komisioner, sebab perna juga saya rasakan walaupun di tataran kecamatan," kata Ansar. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya