Jakarta - Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Papua Barat dalam rangka menyelidiki laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait permasalahan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Dalam kunjungan kerja ini, BAKN bertemu dengan BPK Perwakilan, Kantor Pertanahan (Kanwil BPN) dan Pemda Provinsi Papua Barat.
Meneruskan pernyataan tertulis yang diterima Opsi pada Kamis, 24 Maret 2022, Wakil Ketua BAKN Anis Byarwati menyampaikan beberapa pandangannya terkait persoalan tersebut.
Dia mengatakan bahwa Indonesia menganut sistem pertanahan dan publikasi negatif, di mana peran negara sangat minim untuk menjamin kebenaran data yang disajikan.
Menurutnya, karena adanya sistem ini, maka banyak sengketa agraria yang terjadi dan tak kunjung terselesaikan.
"Ini dikarenakan, siapapun dapat diakui oleh negara sebagai pemilik tanah jika dia mampu menunjukkan bukti kepemilikan tanah itu," kata Anis.
Dia mengatakan, dengan adanya Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang menggunakan sistem elektronik, sesungguhnya bisa mengarahkan publikasi negatif menjadi positif.
"Dalam sistem PTSL, negara mengeluarkan sertifikat dengan sistem elektronik," ujarnya.
Lebih lanjut, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyayangkan sistem PTSL yang dalam prosesnya tidak selalu berjalan mulus.
Mengutip laporan BPK tentang permasalahan ATR/BPN, lanjutnya, masih terdapat berbagai permasalahan dalam proses PTSL di antaranya pelaksanaan pengelolaan data dan pelaksanaan pengelolaan data yuridis yang belum memadai.
Kemudian, pencatatan dan pelaporan data atas BPHTB serta PPH terutang tidak menggambarkan kondisi sebenarnya, sertifikat yang telah selesai belum diserahkan kepada pemohon, permasalahan pasca sertifikasi asal belum diselesaikan secara memadai.
"Saya sangat memahami, jika permasalahan di daerah-daerah yang memiliki kelengkapan elektronik saja masih berjalan belum baik, apalagi di daerah yang penunjang sistem elektroniknya masih terbatas seperti Papua Barat," ujarnya.
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara DPP PKS ini juga menyoroti belum terbentuknya Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di Papua Barat. Hal itu menjadikan daerah tersebut belum memiliki peta permasalahan pertanahan.
Menurut Kanwil BPN, mereka hanya menerima laporan kasus, sehingga jika tidak ada laporan maka permasalahan pertanahan tak ada yang menangani atau mendalami masalahnya.
Audit yang dilakukan oleh BPK pun hanya terkait dengan pelaporan keuangan. Anis mengaku menyesalkan hal ini, mengingat Papua Barat merupakan salah satu wilayah yang banyak dilirik pengusaha.
"Sementara itu, jika ada permasalahan sengketa pertanahan, biasanya pengusaha akan berhadapan dengan masyarakat," tuturnya.
Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa catatan dari kunjungan kerja ke Papua Barat ini menjadi penting. Karena, sambungnya, daerah paling ujung Indonesia itu belum mendapatkan haknya.
"Pemerintah pusat perlu melakukan perbaikan dalam menampung informasi dan mengelola daerah-daerah yang jauh dari pusat, karena mereka memiliki hak yang sama untuk maju dan berkembang sebagaimana daerah-daerah lainnya," ucap Anis.[]