News Senin, 25 April 2022 | 13:04

Seorang Guru di Jakarta Gugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi

Lihat Foto Seorang Guru di Jakarta Gugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Seorang guru bernama Anah Mardianah menggugat UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Alasannya, karena pembentukan UU itu tak melibatkan partisipasi publik dan hanya dibentuk kurang dari sebulan.

Pengujian UU terhadap UUD 45 itu kemudian disidangkan oleh MK pada Senin, 25 April 2022. Sidang perkara yang teregistrasi nomor 53/PUU-XX/2022 ini dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto bersama Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Daniel Yusmic P Foekh.

Anah mengutus kuasa hukumnya dalam sidang ini, yakni Reza Setiawan. Dia mengatakan DPR selaku pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang maupun Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan berhak mengajukan rancangan undang-undang. 

Untuk sahnya suatu undang-undang harus terlebih dahulu dibahas dan disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Pasal 20 UUD 1945 mengisyaratkan landasan kewenangan keduanya untuk mengesahkan undang-undang. 

Disebutnya, suatu undang-undang harus dibentuk untuk menjamin suatu kepastian hukum, menjamin keadilan, dan menciptakan ketertiban serta kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia, bukan untuk sebagian golongan maupun individu tertentu saja. 

"Maka, undang-undang harus memenuhi prosedur yang ketat, detail, dan terperinci. Jika tidak tercakupi, maka UU dapat dikatakan cacat formil. Maka sudah sepatutnya Mahkamah menyatakan UU a quo cacat formil dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata Reza dilansir dari situs MK.

Reza membeber, pada 18 Januari 2022, DPR telah resmi menetapkan RUU IKN sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020. 

Sebelum UU tersebut disahkan, telah terdapat penolakan dari pemerintah provinsi dan daerah. Namun penolakan itu tidak didengarkan Pemerintah dan DPR.  Selanjutnya pada 15 Februari 2022 Presiden pun mengesahkan UU IKN

Hal ini menurut Anah selaku pemohon mengisyaratkan sejak awal masuk prolegnas hingga disahkan, pembentukan UU a quo hanya memakan waktu kurang dari satu bulan. 

Baca juga:

Busyro Muqoddas Gugat UU IKN ke MK, Kedudukan Hukumnya Dipersoalkan Hakim

"Dengan demikian dapat diartikan UU IKN dibuat tidak melibatkan masyarakat. Untuk itu, kami meminta agar Mahkamah mengabulkan uji formil UU IKN bertentangan dengan UUD 1945," kata Reza.

Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan Anah selaku pemohon mendeskripsikan kedudukan hukum dan menjabarkan dengan argumen secara faktual keterkaitan kerugian yang dialaminya atas berlakunya UU IKN. 

Hakim Konstitusi Daniel menyebutkan perlu bagi Anah selaku pemohon memperhatikan kedudukan hukumnya sebagai pintu masuk dalam pengajuan perkara ini. Sebagai pembayar pajak, hal tersebut harus dipertimbangkan keterkaitannya dengan permohonan dimaksud. 

Daniel juga mempertanyakan keterlibatan Anah selaku pemohon dalam penyusunan UU IKN.

“Kalau bisa ada data akurat mengenai hal-hal yang terjadi di Sintang, Kalimantan Barat, sedangkan ibu kota ada di Kalimantan Timur, apakah karakteristik ini sama? Atau daerah yang akan jadi IKN ini seluruhnya gambut sehingga berakibat hal yang sama?” tanya Daniel.

Wakil Ketua MK Aswanto meminta Pemohon melengkapi bukti akan kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan UU IKN. 

“Mohon ditelusuri juga masalah waktu 45 hari sejak UU diundangkan dengan pengajuan perkara ini ke MK agar dapat dikategorikan sebagai pengajuan formil,” kata Aswanto.

Aswanto menyebutkan pemohon diberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Selambat-lambatnya dapat menyerahkan perbaikan tersebut ke Kepaniteraan MK pada Senin, 9 Mei 2022. 

Profil Anah

Data dari MK diperoleh, Anah Mardianah lahir di Jakarta pada 11 April 1975. Berprofesi sebagai guru.

Beralamat di Jalan D.GG III KR Anyar, RT/RW 007/001, Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Anah memasukkan gugatan untuk menguji UU IKN terhadap UUD 45 dan diterima pihak MK pada Jumat, 1 April 2022.

Sejumlah kuasa hukum Anah, antara lain Janses E Sihaloho, Reza Setiawan, Imelda, Maria Wastu Pinandito, dan Naufal Rizky Ramadhan.[]

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya