Jakarta - Perwakilan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Wan Traga Duvan Baros mengkritik pola penindakan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam mengungkap kasus peredaran narkotika yang terkadang merilis atau memamerkan barang bukti (barbuk) hasil sitaan mencapai ratusan kilo atau bahkan mencapai ton.
Pola-pola penindakan seperti itu dilakukan terus berulang oleh BNN. Akan tetapi, tetap saja narkotika makin merajalela di Indonesia.
"Tapi hasilnya sampai hari ini apakah ada perubahan? Justru memperburuk keadaan negara," kata Wan Traga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, dikutip Opsi, Senin, 19 September 2022.
Maka itu, apabila ditanya apa peran BNN, Wan Traga pun bingung menjawabnya.
Baca juga: PKNI: BNN di Lapangan Semena-mena, Asal Tangkap, Paksa Orang Tes Urine
"Kalau ditanya peran BNN, bagi saya enggak ada peranan sama sekali untuk di dalam case narkotika," ucapnya.
Dia maukan peran BNN dalam Undang-Undang Narkotika harus direvisi, bukan hanya menindak saja, tetapi harus masuk ke ranah penelitian.
"Melihat apa kegunaan dari narkotika itu, apakah gramatur yang diatur sudah sesuai atau tidak," tuturnya.
Baca juga: Penyelewengan UU Narkotika, PKNI: Aparat Malah Memeras Korban Napza
Perwakilan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Wan Traga Duvan Baros. (foto: tangkapan layar).
Dia pun membongkar tindakan sewenang-wenang pihak BNN dan BNN Provinsi (BNNP), diduga telah melakukan penangkapan paksa semena-mena terhadap pengguna narkotika, lalu memaksa para korban melakukan tes urine.
Menurut Wan Traga, tindakan BNN itu tergolong represif dan mirisnya hingga kini proses penindakan seperti ini masih terus berlangsung.
"Sekarang semakin banyaknya dibentuk di daerah (BNNP) itu banyak nangkepin pengguna, orang-orang di jalan main ambil saja, dites urine paksa," kata Wan Traga.
Baca juga: DPR Kantongi Info Pengguna Narkoba Diperas Aparat, Deal dengan Angka Tertentu
Wan Traga merasa apa yang ia ceritakan ini tidak mengada-ada alias bukan karangan. Apabila anggota DPR penasaran, maka bisa bertanya langsung kepada korban. Untuk menghindari spekulasi, Wan Traga juga memiliki data kuat terkait hal itu.
"Ini bukan saya ngarang-ngarang. Boleh ditanya di lapangan benar atau tidak yang saya bilang. Karena kita punya 20 kelompok simpul seluruh Indonesia. Hampir dari seluruh kota menyatakan proses represif masih terus berlangsung," tuturnya. []