News Selasa, 08 Maret 2022 | 12:03

Setara: Kedaulatan Negara Bukan di Tangan Pengusaha

Lihat Foto Setara: Kedaulatan Negara Bukan di Tangan Pengusaha Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Usulan penundaan pemilu semula merupakan aspirasi para pengusaha seperti disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada Januari 2022 lalu.

Bahlil menyebut usulan pengunduran pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi adalah hasil diskusinya dengan kalangan pengusaha. 

Bahlil juga mengatakan bahwa penyampaian usulan tersebut dilakukannya dalam kapasitas penanggap temuan survei lembaga Indikator Politik, yang dirilis Minggu, 9 Januari 2022. 

Salah satu dalil penundaan adalah perlunya waktu untuk memulihkan stabilitas ekonomi nasional akibat pandemi. 

Merespons itu, Setara Institute mengingatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan pengusaha. 

"Rakyat yang dimaksud konstitusi tentu seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir kelompok saja, apalagi golongan elite pengusaha," kata Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani, dikutip Selasa, 8 Maret 2022.

Baca juga: Keadaan Indonesia Baik-baik Saja, Pakar: Tak Ada Alasan Pemilu 2024 Ditunda

Dikatakannya, beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya seharusnya menjadi refleksi betapa negara seolah acap kali disetir oleh kelompok tertentu.

Negara hanya menjadi alat pemuas kepentingan kelompok tertentu dengan mengabaikan pemenuhan hak-hak rakyat, mulai dari UU Minerba, UU Cipta Kerja hingga UU Ibu Kota Negara. 

"Harusnya negara berefleksi betapa terlalu gegabahnya pemerintah selama ini dalam mengambil sikap tanpa memperhatikan hak-hak rakyat. Negara Indonesia seharusnya dijalankan dari, untuk, dan oleh rakyat, bukan dari, untuk, dan oleh pengusaha semata," tegas Pengajar Hukum Tata Negara, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Setara melihat apapun alasannya, penundaan pemilu adalah bentuk pembangkangan terhadap Pasal 22E ayat (1) Konstitusi. 

Apabila stabilitas ekonomi dijadikan dalil utama penundaan pemilu, seolah pemerintah lupa bahwa pemindahan ibu kota negara justru dilakukan begitu saja di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

Pihaknya kata Ismail, mengingatkan elite politik baik di lingkungan parlemen maupun istana untuk tidak membuat kegaduhan dengan usulan perubahan rencana ketatanegaraan yang tak berlandaskan urgensi yang nyata.

Dikatakan, pemilu tidak hanya sebagai kontestasi penyaluran suara rakyat semata, namun juga sebagai momentum regenerasi aktor-aktor politik negara. 

Apalagi presiden saat ini telah menginjak pada dua tahun periode kepemimpinannya. "Jangan sampai singgasana presiden terus langgeng hingga melebihi 10 tahun lamanya," katanya. 

Selain tidak sesuai dengan desain konstitusional negara, fenomena tersebut kata dia, juga akan semakin membuka celah terjadinya `power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely, yaitu kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang mutlak benar-benar korup.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya