Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menerbitkan izin lingkungan untuk perusahaan tambang PT Dairi Prima Mineral (PT DPM).
Warga Kabupaten Dairi, Sumatra Utara pun merasa terancam nyawanya.
Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki keluarga Aburizal Bakrie itu berpotensi menumpahkan bencana.
Perjuangan warga Dairi praktis menemui jalan terjal saat menghadapi perusahaan tambang PT DPM.
Mereka melalui sejumlah perwakilan sudah pernah datang langsung ke Kementerian LHK di Jakarta, pada Rabu, 24 Agustus 2022 lalu.
Meminta agar kementerian itu tidak memberikan persetujuan lingkungan kepada PT DPM, perusahaan tambang timah dan seng.
Karena perusahaan itu bakal membongkar perut bumi Dairi dengan sistem penambangan bawah tanah.
Tak peduli dengan aspirasi warga, Kementerian LHK tetap menerbitkan izin lingkungan melalui SK Menteri LHK nomor: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan tertanggal 11 Agustus 2022.
Persetujuan Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara oleh PT Dairi Prima Mineral.
Warga Dairi bahkan baru mengetahui persetujuan lingkungan sudah diterbitkan setelah menerima undangan dari Pemkab Dairi untuk sosialisasi SK Menteri LHK tersebut pada Jumat, 18 November 2022.
Baca juga: Penutupan PT DPM dan PT Gruti, Bupati Dairi: Kami Telaah dan Tindak Lanjuti ke Pusat
Rainim Purba, seorang warga Dairi saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Rabu, 15 Februari 2023, melontarkan kekecewaannya atas sikap Menteri LHK.
"Keputusan KLHK mengeluarkan persetujuan lingkungan PT DPM tersebut sangat melukai perasaan kami," kata dia.
"Bagaimana mungkin Ibu Menteri mengeluarkan persetujuan kepada perusahaan dan menjadikan nyawa kami sebagai taruhannya," imbuhnya.
Dia menyebut, sebagai warga Dairi merasa telah dibohongi atas apa yang dilakukan oleh pemerintah yang cenderung berpihak kepada perusahaan tambang.
Meskipun persetujuan lingkungan sudah dikeluarkan, mereka tetap meminta agar itu dicabut.
"Karena tidak layak tambang beroperasi di wilayah pertanian yang telah lama kami kerjakan dari generasi ke generasi dan telah memberikan kami kehidupan,” tandasnya.
Alasan warga menolak keras kehadiran PT DPM, karena jika perusahaan tersebut beroperasi akan menimbulkan bencana.
Sesuai peta rawan bencana, Kabupaten Dairi berada di zona merah yang berstatus “Rawan Bencana".
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Dairi juga menegaskan bahwa Kabupaten Dairi telah memiliki status “Swalayan Bencana".
Segala jenis bencana sudah pernah terjadi dan mempunyai ancaman yang nyata. Faktanya, Kabupaten Dairi sendiri dilalui tiga jalur patahan gempa, yakni patahan Toru, Renun, dan Angkola.
Warga Dairi, Sumatra Utara menggelar diskusi terkait tambang yang mengancam kehidupan mereka, Selasa, 14 Februari 2023. (Foto: Ist)
“Desember 2018 terjadi banjir bandang di desa kami Bongkaras, yang merenggut tujuh orang korban meninggal dunia. Dua korban tidak ditemukan jenazahnya sampai sekarang. Gempa sepersekian detik belakangan juga semakin sering kami rasakan, ini sangat membuat perasaan kami takut dan membuat tidur tak nyenyak,” ungkap Barisman Hasugian, warga Dairi lainnya.
Pakar hidrologi internasional Steve Emerman dan ahli bendungan Richard Meehan yang mengkaji keberadaan tambang PT DPM di Dairi pun menyatakan, rencana pertambangan yang diusulkan tidaklah tepat sebab lokasi tambang berada di hulu desa, di atas tanah yang tidak stabil, serta di lokasi gempa tertinggi di dunia dan mengundang bencana.
Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, pada Juni 2022 Compliance Advisor Ombudsman (CAO) World Bank mengeluarkan laporan berdasarkan pengaduan yang dilakukan warga Dairi pada Oktober 2019 lalu.
Baca juga: Warga Dairi Demo soal Kontrak Karya PT DPM, DPRD dan Bupatinya Cuek
Dalam laporan CAO disebutkan tambang yang direncanakan oleh PT DPM memiliki kombinasi resiko yang tinggi karena beberapa faktor.
Salah satunya adalah terkait pembangunan bendungan limbah yang diusulkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan standar internasional.
Meski warga Dairi sudah berulang kali menyurati Kementerian LHK untuk mendapatkan salinan dokumen persetujuan lingkungan dan adendum ANDAL yang telah diterbitkan oleh kementerian tersebut. Hingga sejauh ini warga belum mendapatkan salinan dokumen tersebut.
Selain menyurati Kementerian LHK, saat ini masyarakat sudah membuat pengaduan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas dugaan maladministrasi yang dilakukan Kementerian LHK.
Pengaduan telah diterima dan sudah pada tahap verifikasi laporan. Perjuangan masyarakat juga mendapat dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di nasional yakni JATAMNAS, Trend Asia, Bersihkan Indonesia, Sajogyo Institute dan JKLPK Indonesia bersama dengan SEKBER Tolak Tambang.[]