Jakarta - Kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dipastikan secara otomatis menaikkan harga rokok, sehingga berpotensi mengendalikan konsumsi rokok masyarakat.
"Dengan adanya cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi, maka penerapan cukai diharapkan meningkatkan harga yang kemudian mengurangi prevalensi merokok," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin, 12 Desember 2022.
Ia menjelaskan sejauh ini prevalensi perokok laki-laki dewasa mencapai 71,3 persen. Hal tersebut, lanjutnya, membuat Indonesia menduduki peringkat pertama tertinggi di dunia.
Sementara prevalensi perokok dewasa yang total sebesar 37,6 persen menduduki peringkat kelima tertinggi di dunia.
Untuk prevalensi merokok anak di umur 10 sampai 18 tahun pun masih tinggi yaitu pada 2018 sebesar 9,1 persen, 2019 sebesar 9,87 persen, 2020 sebesar 8,99 persen, 2021 sebesar 9,18 persen dan 2022 sebesar 9,04 persen.
Sedangkan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan prevalensi merokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024.
Harga rokok di Indonesia pun relatif tergolong murah jauh di bawah rata-rata dunia yaitu 4 dolar AS dan paling mahal di Australia sebesar 21 dolar AS, sedangkan di dalam negeri hanya 2,1 dolar AS.
Oleh sebab itu, pemerintah mendukung kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk mendorong indeks kemahalan rokok karena sangat berpotensi menekan konsumsi rokok masyarakat.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa rokok masuk ke dalam dua komponen pengeluaran terbesar bagi rumah tangga di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Bahkan, sambungnya, rumah tangga miskin rata-rata mengeluarkan uang sebesar Rp 246.382 per bulan untuk membeli rokok, yang seharusnya uang tersebut digunakan membeli tahu dan tempe sehingga meningkatkan gizi.
Tak hanya itu, Menkeu menyebutkan peningkatan pengeluaran rokok 1 persen saja ternyata akan meningkatkan potensi rumah tangga menjadi miskin sebesar 6 persen.
"Ini dilema, bagaimana bisa kita mempengaruhi konsumsi rumah tangga agar bisa memprioritaskan barang-barang yang lebih bergizi sehingga anak-anak mereka tumbuh menjadi sehat, produktif dan baik," ujarnya.
Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024 dengan jenis sigaret kretek tangan (SKT) maksimal 5 persen.
Pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap batasan minimum harga jual eceran (HJE) dengan memperhatikan perkembangan harga pasar dan rata-rata kenaikan cukai rokok.
Baca juga: Pengaruhi Inflasi, Menkeu: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Sudah Dikelola dengan Baik
Baca juga: Sri Mulyani: Rokok Menjadi Konsumsi Rumah Tangga Terbesar Kedua Setelah Beras
Selain itu, pemerintah sekaligus menaikkan tarif cukai untuk seluruh jenis rokok elektrik (REL) sebesar 15 persen dan hasil produk tembakau lainnya (HPTL) sebesar 6 persen setiap tahun untuk lima tahun ke depan.[] (Antara)