News Kamis, 03 November 2022 | 21:11

Sri Mulyani: Rokok Menjadi Konsumsi Rumah Tangga Terbesar Kedua Setelah Beras

Lihat Foto Sri Mulyani: Rokok Menjadi Konsumsi Rumah Tangga Terbesar Kedua Setelah Beras Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Setkab)
Editor: Fetra Tumanggor

Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan konsumsi rokok menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.

“Konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," kata Sri Mulyani usai mengikuti rapat yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (3/11/2022).

"Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” jelas Sri Mulyani.

Karena itu, kata Sri, Presiden Joko Widodo meminta agar cukai rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL) dinaikkan.

Sri Mulyani menambahkan kenaikan tarif cukai rokok elektrik akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan. “Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik, dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” ujar Sri Mulyani, mengutip siaran pers Sekretariat Presiden.

Sri mengungkapkan pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” katanya.

Sri menambahkan, dalam penetapan CHT, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek. Mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Sri juga menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Sri Mulyani berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.

“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” tambahnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya