News Selasa, 15 Maret 2022 | 13:03

Sukanto Tanoto dan Hashim Disebut Punya Lahan Konsesi di Lokasi IKN

Lihat Foto Sukanto Tanoto dan Hashim Disebut Punya Lahan Konsesi di Lokasi IKN Saat ini, kondisi beberapa sungai di Kalimantan Timur, rusak dan tercemar akibat keberadaan industri tambang, sawit, dan kehutanan. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, Walhi, Jatam dan Trend Asia mengungkap catatan terkait lokasi IKN Nusantara yang bukan lahan kosong. 

Menurut kelompok tersebut, di lokasi ini telah tinggal penduduk yang akan menerima dampak buruk dari pembangunan IKN. 

Berdasarkan data ATR /BPN tahun 2020, dari 256 ribu hektare luas IKN, sebanyak 106.453 hektare atau 41,32 persen tanah dikuasai oleh masyarakat.

"Pembangunan IKN di atas lahan konsesi oligarki pun patut dicurigai sarat kepentingan. Beberapa nama pemilik konsesi terhubung dan dekat dengan pemerintahan Jokowi antara lain Luhut Binsar Panjaitan, menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Ada dua konsesi perusahaan Luhut yang berada di dalam lokasi IKN, yakni PT Kutai Energi I dan PT Perkebunan Kaltim Utama I," ungkap Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim, lewat konferensi pers, Selasa, 15 Maret 2022.

Nama lain pemilik konsesi di IKN kata Pradarma, yakni Sukanto Tanoto, pemilik Grup Royal Golden Eagle International (GREI) sebagai pemilik konsesi PT IHM di bawah bendera APRIL, dan Hashim Djojohadikusumo dengan perusahaan PT IKU di bawah ARSARI Group.

Pihaknya menilai, keberadaan IKN Nusantara akan memunculkan efek domino di sejumlah wilayah demi menunjang mega proyek oligarki ini. 

Proyek pembangunan PLTA Kayan dari 5 bendungan yang menghasilkan 9.000 MW untuk memasok listrik IKN menjadikan dua kampung di Kabupaten Kayan dipaksa tenggelam, yakni Desa Long Lejuh dan Desa Long Peleben. Akibatnya sebanyak 150 keluarga dipaksa mengungsi dari tanah kelahirannya.

Baca juga: Belasan Sungai di Kalimantan Timur Tercemar di Tengah Proses Pemindahan IKN

Ditegaskan, dampak proyek IKN tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Kalimantan Timur. Jutaan metrik ton batu palu dipasok untuk menopang gedung-gedung perkantoran IKN yang diseberangkan dari Sulawesi Tengah. 

Begitu juga nikel untuk menunjang kendaraan listrik di IKN, materialnya dimobilisasi dari sejumlah tambang yang tersebar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Limbah tambang dari pembongkaran bahan baku untuk baterai ini akan meracuni pesisir pulau-pulau kecil di Kabupaten Konawe Kepulauan dan Kabupaten Morowali.

"Saat ini, di lokasi IKN terdapat 149 lubang tambang yang masih menganga seluas 256 ribu Ha. Lubang tambang ini sebagian besar disebabkan oleh operasi 25 perusahaan tambang," terang Pradarma.

Selain sarat akan konflik kepentingan, masyarakat sipil dan akademisi menurut dia, juga berulang kali mengingatkan bahwa lokasi IKN rawan terhadap bencana akibat eksploitasi ratusan izin seperti pertambangan, perkebunan maupun kehutanan di Kalimantan. 

"Keberadaan mega proyek IKN ini tentu akan memperparah banjir dan longsor yang kerap menghancurkan Kalimantan," tegasnya.

Disebutnya, demi kelancaran proyek oligarki, pemerintah mengabaikan ruang hidup masyarakat adat. Tidak ada ruang berpendapat bagi komunitas adat atas pembangunan IKN. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya