Jakarta - Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengeluarkan putusan terkait gugatan sejumlah dugaan tidak netralnya Ketua MK dan Anggota MK dalam putusan 90 Tahun 2023 tentang syarat usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Sanksi pemberhentian dari jabatan sebagai Ketua MK diberikan kepada Anwar Usman, dan teguran lisan diberikan kepada 8 anggota MK yang lain.
Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebab terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam kaitannya dengan Putusan MK 90 Tahun 2023. Sementara 8 hakim yang lain hanya mendapatkan teguran lisan.
"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK yang diberikan kepada Anwar Usman, agaknya tidak begitu tepat. Dalam hal ini saya sependapat dengan dissenting opini dari Prof. Bintan Saragih, anggota MKMK. Mengingat MKMK menemukan terjadinya pelanggaran berat, maka sanksi yang tepat adalah pemberhentian dari keanggotaan Hakim MK," kata Koordinator Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, Jeirry Sumampow.
Dia menilai perilaku Hakim MK, MKMK juga dimaksudkan untuk mengembalikan kehormatan dan kewibawaan MK yang tercoreng karena perilaku tak etis Ketua MK.
Dalam hal ini, pihaknya menilai bahwa sanksi yang diberikan kepada Ketua MK tak akan bisa memulihkan kehormatan dan kewibawaan MK.
Sebab Ketua MK yang telah divonis melakukan pelanggaran etik berat masih saja tetap berada di sana meski dilarang mengikuti mengadili sidang terkait kasus tersebut.
"Agak sulit bagi publik untuk percaya lagi kepada MK ke depan. Sebab masih ada kemungkinan yang bersangkutan mempengaruhi proses sidang dan putusan lain ke depan sebagaimana yang terjadi dalam kasus syarat usia tersebut," kata Jeirry dalam keterangan tertulis, Rabu, 8 November 2023.
Dikatakannya, alasan MKMK bahwa jika diberhentikan maka ada kemungkinan yang bersangkutan akan melakukan banding, mestinya tak jadi pertimbangan penting putusan.
BACA JUGA: Tak Takut Dipecat PDIP, Bobby Nasution Hadir di Deklarasi Relawan Prabowo-Gibran
Dia berpendapat bahwa biarkan saja Anwar Usman melakukan banding jika merasa kurang puas dengan sanksi yang diberikan, itu adalah haknya sesuai aturan yang berlaku.
"Nanti proses banding yang akan menentukan apakah putusan MKMK ini sudah tepat atau tidak. Katanya, kebenaran selalu akan menemukan jalannya sendiri," ujarnya.
Dalam kerangka pikir seperti itu dan demi menyelamatkan kehormatan dan kewibawaan serta kepercayaan publik terhadap MK, maka sebaiknya menurut dia, Anwar Usman mengundurkan diri dari keanggotaan Hakim MK yang terhormat.
Jeirry menegaskan, meski putusan tersebut tak bisa membatalkan Putusan MK Nomor 90, tapi fakta bahwa terjadi pelanggaran etik berat merupakan soal yang sangat serius.
Putusan MKMK ini secara langsung menunjukkan kepada publik bahwa dalam proses pengambilan Putusan 90 tersebut terjadi tindakan yang tidak benar dan tidak terpuji, terjadi pelanggaran etik berat.
Ada "persekongkolan jahat" antara beberapa Hakim MK dalam memutuskan kasus tersebut. Dengan demikian, maka Putusan 90 itu cacat secara etik.
Maka menurut dia, pencalonan Gibran Rakabumi Raka, juga tidak etis atau cacat moral karena persyaratan terkait usia diambil lewat sebuah proses pengadilan yang tak bermoral dan beretika.
"Akibatnya, ada masalah etik moral yang sangat serius terkait dengan pencalonan Gibran Rakabumi Raka sebagai Calon Wakil Presiden dari Prabowo Subianto. Jadi secara etik moral pencalonan Gibran Rakabumi Raka mestinya batal," tandasnya. []