Jakarta - Komisi VIII DPR RI menerima audiensi Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdhatul Ulama (Pergunu) di Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu, 22 Juni 2022.
Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengatakan, tujuan Pimpinan Pusat Pergunu melakukan audiensi ialah untuk menyampaikan sejumlah permasalahan, salah satunya mengenai draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), di mana pada draf RUU yang beredar tidak ada nomenklatur madrasah.
"Kami (Komisi VIII DPR RI) minta RUU Sisdiknas tetap mencantumkan adanya kata atau frasa `madrasah` pada naskah utama atau batang tubuh RUU Sisdiknas dan bukan pada bagian penjelasan RUU," kata Yandri.
Dia mengatakan, nantinya pembahasan RUU Sisdiknas tidak hanya di Komisi X DPR RI, melainkan tutur melibatkan Komisi VIII DPR RI dalam bentuk Panitia Khusus (Pansus).
Selain itu, guna menciptakan pendidikan di Indonesia yang berkarakter melalui pendidikan berbasis keagamaan (madrasah), dia meminta pemerintah pusat dan daerah memberikan dukungan pengembangan madrasah, termasuk menuntaskan permasalahan tunjangan profesi guru dan inpassing serta alokasi kuota PPPK bagi tenaga pendidikan yang berada di bawah Kementerian Agama RI.
"Perlu adanya komisi perlindungan guru sebagai upaya memberikan perlindungan hukum terhadap para guru di Indonesia," ujarnya.
Terakhir, masih kata Yandri, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera membuka blokir anggaran untuk pengembangan pendidikan keagamaan/madrasah, seperti dana pesantren, bantuan untuk madrasah, dan anggaran lainnya.
Komisi VIII juga mendorong terciptanya kesetaraan anggaran antara lembaga pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kemenag RI.
"Komisi VIII DPR RI menerima aspirasi PP Pergunu dan akan memperjuangkan aspirasi yang disampaikan kepada pihak terkait, khususnya pada forum Panitia Kerja tentang Pengawasan Pendidikan Keagamaan dan forum lain," ucap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdhatul Ulama (Pergunu) KH. Asep Saefuddin Chalim menyebut dihapusnya frasa `madrasah` dari RUU Sisdiknas merupakan hal yang sensitif. Diharapkan madrasah tetap diakui sebagai lembaga pendidikan dalam Sisdiknas.
"Madrasah pada saat ini meskipun telah diakui dalam sistem pendidikan nasional, namun masih terdapat perbedaan perlakuan, misalnya akses terhadap pendanaan dari pemerintah. Madrasah masih sulit memperoleh alokasi pendanaan seperti Bosda dari pemerintah daerah, sehingga madrasah tidak dapat menggratiskan proses pembelajaran seperti pada sekolah umum. Ini perlu menjadi perhatian," ucap Asep.[]