News Jum'at, 05 September 2025 | 16:09

TNI Klarifikasi Penangkapan Anggota BAIS, Bantah Jadi Provokator Demo

Lihat Foto TNI Klarifikasi Penangkapan Anggota BAIS, Bantah Jadi Provokator Demo Demonstrasi di Jakarta, Agustus 2025. (Foto:Istimewa)

JakartaMabes TNI memberikan penjelasan resmi terkait penangkapan anggota Badan Intelijen Strategis (BAIS) oleh personel Brimob saat aksi demonstrasi di kawasan Slipi, Jakarta Barat, pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Perwira BAIS bernama Mayor SS sempat dituduh ikut menjadi provokator dalam kericuhan massa.

Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah menjelaskan, Mayor SS sebenarnya sedang menjalankan tugas pemantauan situasi.

Ia bersama rekannya ditugaskan melakukan deteksi dini dan cegah dini atas potensi ancaman di lapangan.

“Anggota BAIS memang harus melaksanakan deteksi dini dan cegah dini. Karena itu, di setiap situasi yang mengancam, pasti ada rekan-rekan intelijen yang bertugas,” kata Freddy dalam jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 5 September 2025. 

Menurut Freddy, kejadian bermula ketika massa bentrok dengan Brimob dan terpecah ke dua wilayah, Pejompongan dan Bendungan Hilir.

Saat pasukan Brimob bergerak, Mayor SS ikut memantau pergerakan untuk kebutuhan laporan intelijen.

Pukul 23.25 WIB, Mayor SS memantau situasi di dekat sebuah pom bensin, namun terpisah dari rekannya akibat gas air mata.

Dalam kondisi itu, ia ditangkap oleh seorang anggota Brimob yang menaruh curiga.

Dalam percakapan, Brimob sempat menuduh Mayor SS ikut dalam aksi demonstrasi. Setelah menjelaskan identitasnya sebagai anggota BAIS, Mayor SS menunjukkan kartu anggota TNI.

Anggota Brimob kemudian memfoto wajah dan kartu identitasnya sebelum akhirnya melepaskannya.

Freddy menyebut foto dan identitas Mayor SS kemudian menyebar di media sosial dengan narasi menyesatkan bahwa TNI menjadi provokator aksi anarkis.

Ia menegaskan informasi itu hoaks dan berpotensi mengadu domba antarinstansi.

Sementara itu, Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita menyesalkan penyebaran identitas intelijen ke publik. Ia menilai hal itu tidak seharusnya dilakukan.

“Seharusnya yang menangkap tidak membongkar identitas intelijen. Karena memang tugas mereka adalah menyamar untuk mendapatkan informasi tertentu,” kata Tandyo.

Ia menambahkan, wajar bila seorang intelijen berada di tengah massa untuk menggali informasi. “Namanya intelijen, harus masuk ke dalam untuk mencari informasi,” ujarnya.

TNI berharap masyarakat tidak mudah percaya pada informasi yang beredar tanpa konfirmasi, terutama yang berpotensi memperkeruh hubungan antar aparat.[] 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya