News Kamis, 07 April 2022 | 19:04

Tolak Jokowi 3 Periode, POPULIS: Jalan Terjal Berdarah-darah Kita Alami Saat 1998

Lihat Foto Tolak Jokowi 3 Periode, POPULIS: Jalan Terjal Berdarah-darah Kita Alami Saat 1998 Presidium POPULIS Ahmad Nawawi Arsyad. (foto: YouTube Opsi Media TV).

Jakarta - Presidium POPULIS Ahmad Nawawi Arsyad mengatakan wacana penundaan pemilu hanya disuarakan oleh sebagian kecil orang. Kendati demikian, menurutnya sah-sah saja bila ada pihak yang bersuara menyoal Joko Widodo (Jokowi) tiga periode.

Arsyad yang mengaku sebagai pendukung Jokowi dua periode itu menilai amendemen konstitusi bukanlah hal tabu.

Namun, apabila kotak pandora Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 saat ini dibuka maka akan kurang baik dan tidak ideal.

Baca jugaAlasan Dukung Jokowi 3 Periode, Bara JP: Indonesia Timur Terbangun Masif

"Kita tahu kekuasaan di republik ini ketika diperbolehkan mengubah konstitusi itu ada yang mengeklaim presiden seumur hidup, bisa kemudian ada yang berkuasa 32 tahun, saya bagian dari sejarah 98," ujar Arsyad saat menjadi pembicara di YouTube Opsi Media TV, Kamis, 7 April 2022.

"Jalan terjal berdarah-darah itu kita alami saat 98. Tujuannya apa, yakni membatasi kekuasaan presiden, karena semangat reformasi ini juga harus terus dijaga oleh kita semua," ujar dia lagi.

Terlebih, suara penundaan pemilu sejauh ini baru digelorakan oleh tiga partai politik pendukung pemerintah seperti Golkar, PAN, dan PKB. Di sisi bersamaan, yang konsisten menolak penundaan pemilu juga banyak, seperti PDIP, NasDem, PKS, PPP, dan Partai Demokrat. 

Menurutnya, kebijakan `mengobok-obok` konstitusi memiliki konsekuensi sangat berat seperti munculnya gerakan reformasi.

Baca jugaDukung Jokowi 3 Periode, Bara JP Sebut UUD 1945 Bukan Barang Sakral

Di sisi bersamaan, ia juga melihat hasil berbagai lembaga survei kredibel seperti SMRC, Litbang Kompas, LSI Denny JA, Indikator Politik Indonesia (IPI) terkait dukungan penundaan pemilu paling besar hanya 11 persen.

"Bahkan setuju tiga periode hanya 5 persen. Yang menolak penundaan pemilu itu hampir 80 persen. Jadi kalau kita kemudian hari ini masih mewacanakan harus tahu diri," ucapnya.

Arsyad pun mengapresiasi sikap Presiden Jokowi yang dalam rapat kabinet tegas menyatakan bahwa para menteri jangan membahas penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan presiden karena rakyat sedang sengsara.

"Kenaikan pertamax, belum lagi pertalite dan tabung gas 3 Kg, ditambah gempuran pandemi Covid-19 belum selesai ini sangat sensitif dan harus dijaga. Saya tidak anggap remeh suara dan itu hak berdemokrasi orang. Silakan menyuarakan itu KOBAR dan Bara JP," ujarnya.

"Kemudian kalau dibedah lebih jauh bahkan publik yakin atasi dampak pandemi tanpa perpanjang jabatan presiden. Artinya, publik berpikir tak perlu ada penundaan pemilu," ucap Arsyad memungkasi. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya