Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diumumkan oleh Pemerintah Joko Widodo (Jokowi), Sabtu siang kemarin. Dia pun menyampaikan beberapa alasan penentangan kenaikan BBM.
Diketahui, harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000/liter. Kemudian harga solar subsidi naik dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800/liter. Pertamax juga ikut naik dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500/liter.
Pertama, kata Said, kenaikan harga BBM akan menurunkan daya beli yang sekarang ini sudah turun 30%. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50%.
"Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflansi menjadi 6.5% hingga - 8%, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket," kata Said Iqbal dalam keterangannya dikutip Minggu, 4 September 2022.
Di sisi lain, lanjutnya, upah buruh tidak naik dalam 3 tahun terakhir. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021.
"Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi," ucapnya.
Alasan kedua, buruh menolak kenaikan BBM karena dilakukan di tengah turunnya harga minyak dunia. Terkesan sekali, kata Said, pemerintah hanya mencari untung di tengah kesulitan rakyat.
Mengenai adanya bantuan subsidi upah sebesar Rp 150 ribu selama 4 bulan, total ada guyuran uang Rp 600.000 dari pemerintah Jokowi, menurut Said Iqbal, ini hanya "gula-gula saja" agar buruh tidak protes.
Baginya, tidak mungkin uang Rp 150.000 per bulan akan menutupi kenaikan harga akibat inflansi yang meroket.
"Terlebih kenaikan ini dilakukan di tengah negara lain menurunkan harga BBM. Seperti di Malaysia, dengan Ron yang lebih tinggi dari pertalite, harganya jauh lebih murah," ujarnya.
Ilustrasi serikat buruh berunjuk rasa atau demonstrasi. (foto: ist).
Said Iqbal juga mengkhawatirkan, dengan naiknya BBM, maka ongkos energi industri akan meningkat. Hal itu ia nilai bisa memicu terjadinya ledakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Oleh karena itu, kata Said, Partai Buruh dan Serikat Buruh akan melakukan aksi melibatkan puluhan ribu buruh pada tanggal 6 September 2022 mendatang.
Di Jakarta saja, ia mengeklaim massa akan menggeruduk DPR RI untuk meminta Pimpinan DPR RI memanggil Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan para menteri yang terkait dengan kebijakan perekonomian.
"Pimpinan DPR Komisi terkait ESDM DPR RI harus berani membentuk Pansus atau Panja BBM," tegasnya.
Kata Said, aksi ini juga serentak digelar di 33 provinsi lainnya yang diorganisir oleh Partai Buruh dan KSPI. Antara lain akan dilakukan di Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, Pekanbaru, Bengkulu, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, dan Pontianak.
Aksi juga akan dilakukan di Makassar, Gorontalo. Sulawesi Utara, serta dilakukan di Ambon, Ternate, Mataram, Kupang, Manokwari, dan Jayapura.
"Bilamana aksi 6 September tidak didengar pemerintah dan DPR, maka Partai Buruh dan KSPI akan mengorganisir aksi lanjut dengan mengusung isu tolak kenaikan harga BBM, tolak omnibus law, dan naikkan upah tahun 2023 sebesar 10% sampai 13%," kata Said Iqbal. []