Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI telah menjatuhkan sanksi disiplin berupa pemberhentian nonaktif dengan masa berbeda terhadap lima anggota DPR nonaktif yang terbukti melanggar etik.
Pelanggaran tersebut berujung pada kericuhan demonstrasi pada Agustus 2025 lalu.
Putusan akhir dibacakan dalam sidang yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 5 November 2025.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam ini sempat diskors singkat karena masalah kehadiran kelima anggota dewan yang diadukan di dalam ruang sidang.
Kelima anggota DPR yang menjadi teradu adalah Adies Kadir (teradu I), Nafa Urbach (teradu II), Surya Utama (teradu III), Eko Hendro Purnomo (teradu IV), dan Ahmad Sahroni (teradu V).
Mereka diduga melakukan pelanggaran etik, antara lain karena aksi berjoget saat Sidang Tahunan DPR dan komentar yang menyinggung keadilan publik, yang memicu unjuk rasa ricuh.
“Putusan ini ditetapkan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Kehormatan Dewan pada hari Rabu 5 November 2025 yang dihadiri oleh pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, dibacakan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan pada hari Rabu 5 November 2025 serta menghasilkan putusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan,” ujar Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun saat membacakan putusan.
Berdasarkan putusan sidang, MKD menjatuhkan sanksi sebagai berikut:
· Nafa Urbach (Teradu II): Sanksi nonaktif selama 3 bulan.
· Eko Hendro Purnomo (Teradu IV): Sanksi nonaktif selama 4 bulan.
· Ahmad Sahroni (Teradu V): Sanksi nonaktif selama 6 bulan.
Sanksi tersebut berlaku dan dihitung sejak anggota dewan yang bersangkutan dinonaktifkan oleh partai politik asalnya.
Untuk Adies Kadir dan Surya Utama, meskipun disidang, tidak disebutkan secara rinci sanksi dalam kutipan berita ini, namun mereka termasuk dalam proses sidang etik tersebut.
Proses Persidangan
Sidang atas kelima anggota dewan ini berlangsung setelah MKD menerima aduan dari berbagai pihak, termasuk Hotman Samosir, perwakilan kesatuan mahasiswa, komunitas anti-korupsi, dan lembaga bantuan hukum.
Dalam persidangan yang digelar sejak Senin, 3 November 2025 tersebut, MKD menghadirkan sejumlah ahli untuk memberikan keterangan.
Para ahli yang dihadirkan antara lain ahli kriminologi, ahli hukum, ahli sosiologi, ahli analisis perilaku, serta perwakilan dari Setjen DPR dan wartawan parlemen.
Kasus ini berawal dari insiden pada Agustus 2025 yang menyebabkan kelima anggota dewan tersebut dinonaktifkan sementara oleh partainya sebelum akhirnya disidang oleh MKD untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran kode etik yang dilakukan.[]