News Kamis, 14 April 2022 | 15:04

UU TPKS, Satu Ikhtiar Pemerintah Beri Perlindungan Berbasis Responsif Gender

Lihat Foto UU TPKS, Satu Ikhtiar Pemerintah Beri Perlindungan Berbasis Responsif Gender Kekerasan Seksual. (Foto: Ilsutrasi)

Jakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu Sagaf S Pettalongi menilai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang telah disahkan oleh DPR bersama pemerintah, merupakan bentuk komitmen melindungi perempuan dari kejahatan dan kekerasan seksual.

"Ditetapkannya RUU TPKS menjadi undang-undang merupakan satu ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak berbasis responsif gender," kata Sagaf di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), seperti mengutip catatan ANTARA, Kamis, 14 April 2022.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulteng itu menegaskan UU TPKS menjadi wujud hadirnya negara dalam memberikan perlindungan, pengayoman, menegakkan hukum dan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual.

Menurutnya, UU TPKS ini sangat penting untuk menekan terjadinya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan kaum rentan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Sulteng.

Dia mengungkapkan, melalui Sistem Informasi Daring Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Provinsi Sulteng juga menyebut pada periode Januari-November 2021 telah terjadi 477 kasus kekerasan, terdiri atas 105 kasus laki-laki sebagai korban, dan sisanya perempuan sebagai korban.

Menurut DP3A Sulteng dari jumlah kasus tersebut, berdasarkan tempat kejadian, perempuan lebih sering mengalami kekerasan di dalam rumah tangga atau KDRT.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan dua dari tiga anak Indonesia berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan, baik secara fisik, emosional maupun kekerasan seksual.

Dia menilai, pelaku kejahatan seksual sudah seharusnya mendapat hukuman berat, karena aksi bejatnya merugikan dan menghilangkan masa depan korban. 

Karena itu, lanjutnya, UU TPKS menjadi landasan dan acuan memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan dan kekerasan seksual.

"Kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan yang mencederai nilai-nilai kemanusian, budaya, sosial dan agama. Sehingga perilaku itu tidak dapat dimaklumi, apalagi dikompromikan, sangat tidak bisa," ucap Sagaf.

Sagaf berharap aturan turunan dari UU TPKS nantinya benar-benar memberikan perlindungan kepada kelompok rentan, sesuai dengan harapan masyarakat.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya