Medan - Majelis Hakim PTUN Jakarta memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencabut persetujuan lingkungan PT Dairi Prima Mineral atau PT DPM.
Putusan diunggah di situs web PTUN pada Senin, 24 Juli 2023.
Pengadilan mengabulkan gugatan warga Kabupaten Dairi, Sumatra Utara, secara keseluruhan, dan memerintahkan KLHK membayar biaya perkara.
Sebelas warga Dairi mewakili yang lainnya, mempertanyakan persetujuan yang diberikan KLHK ke tambang PT DPM pada tahun 2022 lalu.
“Saya dan masyarakat lain senang pengadilan di Jakarta setuju bahwa perusahaan tambang dan KLHK telah bertindak tidak adil kepada kami. Jelas tambang akan mengakibatkan bencana. Namun begitu, kementerian tetap memberikan persetujuan. Jadi sekarang pengadilan harus memastikan pemerintah menarik persetujuan itu,” kata salah seorang warga Dairi, Rainin Purba, Kamis, 27 Juli 2023.
Bakumsu, lembaga yang memberikan bantuan hukum dan advokasi di Medan, Sumatra Utara, bertindak sebagai kuasa hukum masyarakat yang terdampak.
Direktur Eksekutif Tongam Panggabean mengatakan, sudah ada pakar teknik dan lingkungan bertaraf dunia yang bersaksi sejak 2019, bahwasanya tambang yang diusulkan itu akan membahayakan keselamatan dan juga lingkungan.
Laporan pakar tersebut sudah diserahkan ke KLHK. Namun, kementerian menyetujui tambang. Masyarakat memprotes and membuat petisi. Kementerian tetap menyetujui tambang.
"Sungguh tidak bisa dipercaya. Sekarang, lega rasanya PTUN bisa memperbaiki hal ini. Ini kemenangan besar bagi masyarakat,” katanya.
Dalam presentasi tahun 2021, yang dibagikan kepada KLHK, pakar internasional bidang hidrologi tambang Dr Steven Emerman menyebutkan dirinya sering ditanya soal proyek tambang mana yang pihaknya kaji, yang merupakan proyek terburuk.
"Bisa saya katakan dengan pasti dari sekian proyek tambang usulan yang pernah saya tinjau, baru tambang usulan DPM yang begitu abai terhadap kehidupan manusia," katanya.
BACA JUGA: Aksi Protes Warga Dairi atas Keluarnya Persetujuan Lingkungan PT DPM, KLHK Harus Bertanggung Jawab
Richard Meehan, pakar internasional bidang konstruksi bendungan di area rentan gempa melaporkan pada tahun 2020, 2021, dan 2022 bahwa seluruh bukit yang menjadi lokasi usulan membangun fasilitas penyimpanan tailing dipenuhi dengan abu vulkanik yang tidak stabil.
Area ini juga merupakan salah satu zona berisiko gempa tertinggi di dunia, disertai dengan badai besar dan banjir yang tinggi.
Dia memprediksi kemungkinan akan terjadi kerusakan bendungan, yang mungkin merupakan kerusakan yang bisa membawa bencana dengan jutaan ton tailing yang beracun mengalir menuruni bukit menuju desa-desa.
Saudur Sitorus, warga Dairi kemudian mengungkap bagaimana pertanian mampu memberi mereka kehidupan.
BACA JUGA: Ditipu KLHK soal Izin Lingkungan Tambang PT DPM, Warga Dairi "Mangandung" di PTUN Jakarta
“Kami sudah melakukan pertanian produktif di wilayah ini puluhan tahun lamanya. Kami menyumbang kepada perekonomian provinsi dan nasional. Kami ingin pemerintah mendukung kami, bukan memperbolehkan tanah dan sungai kami dirusak. Kami tidak mau ada penambangan di wilayah kami. Tidak sampai kapan pun. Kami ingin tetap bisa melanjutkan pertanian kami,” katanya.
Mangatur Lumbantoruan, perwakilan lainnya dari Dairi menyampaikan terima kasih kepada pengadilan yang memutuskan persetujuan lingkungan PT DPM tidak sah.
"Itu sudah benar. Nah, kami tidak mau kementerian atau perusahaan naik banding. Sudah tidak ada pertimbangan lain lagi jika menyangkut penambangan daerah kami,” katanya.
Melky Nahar selaku Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyinggung masalah ketaatan dengan hukum dan peraturan di Indonesia.
Menurutnya, KLHK menyetujui bendungan tailing tambang tanpa rekomendasi atau kajian dari Kementerian PUPR yang menjadi persyaratan Peraturan Menteri PUPR nomor 27/PRT/M/2015.
“Ada persyaratan untuk mempertimbangkan dampak dari potensi rusaknya bendungan tailing. Berulang kali DPM tidak mempertimbangkan dampak ini dan tidak merancang bendungan mereka sesuai standar yang legal dan bisa diterima,” ungkapnya.
Kemudian sambung dia, pakar teknis sudah memberi tahu pengadilan bahwa seluruh wilayah tidak memiliki sifat geologis yang stabil, dengan tak satupun lokasi yang cocok untuk membangun bendungan tailing.
Kementerian oleh karena itu sebaiknya tidak lagi mempertimbangkan proposal penambangan apa pun untuk wilayah tersebut.
"Terhadap putusan pengadilan saat ini hendaknya tidak dilakukan banding dan DPM sebaiknya tidak diizinkan untuk mulai beroperasi,” tegasnya. []