Jakarta - Isu suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) selalu dimainkan oleh para politisi setiap kali mendekati perayaan Pemilu.
Mereka menggunakan isu ini untuk mendapatkan suara dalam Pemilu mendatang dengan biaya yang relatif murah. Namun, dampaknya sangat berbahaya untuk kesatuan bangsa dan negara.
Direktur Wahid Foundation Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid meminta agar para politikus tidak menggunakan isu ini dalam berkampanye menjelang Pemilu 2024.
“Isu SARA menjadi isu yang paling mudah dipakai untuk konsolidasi politik, tetapi isu itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Dampaknya panjang,” kata Yenny Wahid di Badung, Bali, kemarin.
Yenny Wahid mengatakan bahwa masyarakat berpotensi terpecah belah jika isu ini dibawa oleh peserta Pemilu 2024. Ia juga meminta masyarakat agar lebih cerdas dan tidak terprovokasi saat memilih paslon.
“Kita sebagai pemilih cerdas harus menuntut pertanggungjawaban tokoh politik agar tidak menggunakan isu SARA karena dampaknya masyarakat akan terbelah. Dampaknya panjang dan sangat merusak,” kata Yenny Wahid.
Ia juga menjelaskan bahwa isu SARA bertentangan dengan Pancasila yang mengajarkan prinsip untuk menghargai keberagaman.
“Indonesia beruntung karena punya Pancasila. Bagi kami umat Islam, Pancasila adalah ikatan suci yang menyatukan seluruh warga negara Indonesia apa pun latar belakang agama, kepercayaan, dan ras dalam satu bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Yenny Wahid.
Ia menyampaikan Pancasila harus dijadikan pedoman agar masyarakt dapat hidup toleran dan berdampingan.
“Di sini kita punya semacam pemahaman bahwa tidak usah main-main dengan isu SARA karena di negara lain (pemahaman) itu belum berkembang,” paparnya. []