Daerah Selasa, 03 Mei 2022 | 16:05

Cerita Anak Aceh, Menangis di Nisan Ibu Usai Salat Id

Lihat Foto Cerita Anak Aceh, Menangis di Nisan Ibu Usai Salat Id Warga Abdya saat berziarah. (Foto:Opsi/Syamsurizal)
Editor: Fernandho Pasaribu Reporter: , Syamsurizal

Aceh - Pagi cerah mengawali hari raya Idul Fitri tepatnya pada Selasa, 3 Mei 2022. Sang surya pagi itu begitu indah menyapa dunia, cahayanya menembus lubang-lubang dinding rumah warga Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh. Kicauan burung yang terdengar dari beberapa arah membuat pagi itu lebih sempurna.

Di lain sisi, semua umat muslim saat itu sedang bergegas. Setelah mandi dan menyantap sedikit sarapan, dengan pakaian baru dan wangi warga keluar rumah untuk melaksanakan salat Id di masjid-masjid terdekat. Begitu juga dengan sesosok pria dewasa bernama Rahmat (30).

Bersama istrinya, Rahmat melaksanakan salat Id di Majid Baitul Ali, Kemukiman Kutatinggi, Kecamatan Blangpidie, Abdya pagi itu. Keluar dari rumah, selain membawa sajadah, dia juga menenteng teko aluminium berisi air yang sudah ditambahi bunga-bunga untuk pewangi alami.

Usai salat Id, Pasutri ini tidak langsung pulang ke rumah. Namun, mereka menuju kompleks kuburan yang berada tidak jauh dari masjid itu. Mereka terlihat tergesa-gesa, tidak jelas apa gerangan.

Masuk kompleks kuburan dan melewati beberapa deretan kuburan, akhirnya pria ini berhenti di sebuah pusara. Dia menyentuh batu nisan. Air matanya berlinang dan berkata "ibu saya sudah sampai".

"Ibu, saya sudah sampai. Ini Anita menantu ibu," kata Rahmat kemudian duduk tepat di batu nisan, Selasa, 3 Mei 2022.

Ternyata itu makam ibunya. Kepada Opsi, Rahmat berkata dia sangat merindukan sosok ibunya. Dia tergesa-gesa keluar dari masjid karena tidak mau melihat orang lain bersalaman dengan orang tuanya.

"Itu akan lebih membuat saya sedih. Saya tidak mau melihat orang bersalaman dengan orang tuanya di momen seperti ini. Saya tidak pernah melihat wajah ibu saya, dia dipanggil ilahi ketika saya masih bayi, maka melihat itu akan menambah rasa sedih," ucapnya seraya mulai membersihkan dedaunan di atas kuburan ibunya.

Setelah beberapa saat membersihkan rumput dan dedaunan. Pria yang berprofesi sebagai petani ini kemudian mengeluarkan gadget dari sakunya. Dia membaca surat Yasin digital melalui layar telepon genggamnya.

Membaca Yasin, pria ini terlihat terus saja mengeluarkan air mata. Dia sesekali mengusap matanya ketika tetesan itu membuat kabur penglihatannya. Suaranya tidak keras, dia seperti berbisik-bisik. Istrinya saat itu juga melakukan hal yang sama.

"Tiap tahun saat lebaran saya selalu mengunjunginya (ibu). Saya mendoakan yang terbaik untuknya. Dalam salat doa untuk mereka selalu ada. Saya yakin ibu dan ayah sangat menyayangi saya," ucapnya sesaat sebelum menyiram kuburan sang ibu.

Dia berkata, kehilangan ibu dan ayah sudah dialaminya sejak masih bayi. Keduanya dipanggil ilahi bersamaan belasan tahun lalu dalam sebuah kejadian. Hal ini menjadi lebih menyedihkan dirasanya sebab mereka pergi ketika dirinya belum bisa merangkak.

"Nenek saya bilang ibu dan ayah sangat menyayangi saya. Kehadiran saya diimpikan oleh mereka. Setiap sepenggal cerita tentang mereka (ayah-ibu) baik dari nenek maupun orang lain, mereka selalu mengatakan ayah-ibu adalah sosok yang baik," kata beberapa saat sebelum menadahkan tangan dan mulai berdoa.

Curhat di Pusara Ibu

Gigitan nyamuk pagi jelang siang hari itu sesekali membuat Rahmat bergaruk. Meski dia saat itu sedang berdoa. Nyamuk menyasar tangannya. Sesekali juga di bagian leher, atau bagian-bagian yang tidak tertutup oleh baju dan celananya.

"Ibu, tidak lama lagi, ibu sudah punya cucu. Istri sedang hamil. Ibu doakan cucu ibu sehat. Doakan juga ibunya sehat," ucapnya sambil melihat batu nisan ibunya.

Ternyata pria ini setelah berdoa, kemudian curhat kepada ibunya. Banyak hal yang dia katakan. Dia menghabiskan hingga 10 menit untuk curhat. Sesekali istrinya menyauti dan mengangguk. Tapi kalimat-kalimat itu tidak begitu jelas terdengar.

"Sebelum pulang saya curhat dulu, pokoknya banyak hal. Begini sudah saya lakukan sejak belum menikah atau setiap saya ziarah sampai saat ini," pungkasnya sembari meninggalkan kompleks makam.

Di Aceh, berziarah ke kuburan sanak keluarga saat hari-hari besar Islam memang kerap dilakukan. Sampai di makam mereka membersihkan makam dan berdoa.

Kisah Rahmat, setidaknya mengajarkan kita untuk menyayangi dan berbaktilah kepada orang tua selagi mereka ada. Karena di luar sana banyak yang menyesal karena sempat menyia-nyiakan mereka atau ayah dan ibunya saat masih bisa dipeluk. Sungguh merindukan sosok seorang ibu dan ayah ketika mereka sudah tiada akan sangat menyedihkan.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya