Jakarta - Ekonom dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengumumkan status bencana nasional atas peristiwa banjir dan longsor yang terjadi di tiga provinsi wilayah Sumatra.
Berdasarkan data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Kamis pagi, 5 Desember 2025, tercatat jumlah korban meninggal dunia di Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar) mencapai 780 jiwa. Sementara korban hilang tembus 564 orang.
Syafruddin menegaskan, bencana di Sumatra ini tidak boleh menghancurkan masa depan ekonomi nasional.
Sebab, banyak sekali warga berduka yang bukan hanya kehilangan sanak saudara, bahkan turut terdampak dengan hilangnya tempat tinggal, mata pencaharian sampai harapan hidup.
"Aceh, Sumut, dan Sumbar berduka. Banyak keluarga kehilangan rumah, sawah, usaha, dan harapan," kata Syafruddin dalam keterangannya dikutip Kamis, 5 Desember 2025.
Syafruddin menegaskan, bencana di Sumatra bukan sekadar soal air yang meluap semata.
"Bencana ini menimpa ekonomi, kehidupan, dan masa depan banyak orang," tuturnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Pemerintah Prabowo harus bergerak cepat dengan mengumumkan penetapan status bencana nasional.
"Status bencana nasional bukan pilihan, tetapi keharusan," ujarnya.
Menurut dia, dengan status tersebut, maka mobilisasi sumber daya bisa semakin cepat dilakukan.
Dengan demikian, lanjutnya, pemulihan ekonomi bisa dilakukan secara sistematis, dan ada harapan tumbuh kembali.
"Tanpa itu, bencana hari ini bukan hanya menciptakan penderitaan, bencana itu bisa menghancurkan masa depan produktif dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional," ucap Syafruddin.
Ia meminta Pemerintah dan semua pemangku kebijakan perlu bertindak sekarang, jangan sampai terlambat.
"Kita sudah membaca dengan baik bahwa daerah-daerah kini tidak berdaya," katanya.
"Kita tidak perlu menunggu semua mereka angkat bendera putih," ucapnya menambahkan.
Maka itu, ia mendesak Prabowo untuk segera mengumumkan status bencana nasional di Sumatra.
"Kita hanya perlu mendesak bapak Presiden Prabowo untuk segera putuskan status Bencana Nasional," ujarnya.
Ia berpendapat, tanpa status bencana nasional, maka segala target pertumbuhan ekonomi 8% dan lainnya, diprediksi bakal meleset.
"Tanpa itu target pertumbuhan ekonomi tinggi yang digagas secara nasional oleh presiden akan terancam gagal. Mari kita semua mendesak," kata Syafruddin Karimi.
Sementara, ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai kelambanan pemerintah dalam menetapkan status bencana nasional terhadap apa yang terjadi di Sumatra, bisa memantik kemarahan publik.
Sebab, ia mencatat prioritas anggaran besar yang digelontorkan pemerintah Prabowo ialah pada program makan bergizi gratis atau MBG dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
"Ini bisa menjadi awal kemarahan publik kepada Pemerintah, karena memprioritaskan MBG dan KDMP daripada membantu masyarakat yang tertimpa bencana," kata dia. []