Hukum Selasa, 13 Agustus 2024 | 21:08

Eks Plt. Kadis ESDM Provinsi Babel Jadi Tersangka ke-23 Kasus IUP Timah Rp 300 T

Lihat Foto Eks Plt. Kadis ESDM Provinsi Babel Jadi Tersangka ke-23 Kasus IUP Timah Rp 300 T Tersangka SPT Keluar dari Gedung Jampidsus. (Foto : Humas Kejaksaan Agung)
Editor: Richard Saragih

Jakarta, - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan seorang tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.

Plt. Kepala Dinas (Kadis) ESDM Provinsi Kepulauan Babel periode Januari 2020 sampai Juni 2020 berinisial SPT menjadi tersangka ke-23 di kasus yang merugikan perekonomian dan keuangan negara mencapai Rp 300 triliun tersebut.

"Hari ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi yaitu terhadap HS, ASQ dan SPT. Berdasarkan keterangan para saksi dan dikaitkan dengan alat bukti yang cukup, penyidik telah menaikkan status 1 orang saksi menjadi tersangka yakni SPT," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar di Jakarta, Selasa (13/8/2024).

Harli menurutkan, SPT secara melawan hukum telah melakukan persekongkolan dengan oknum PT Timah untuk menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang tidak sesuai ketentuan.

"Tersangka SPT juga dengan sengaja tidak melakukan tugasnya, yaitu pembinaan dan pengawasan terhadap RKAB, serta tidak melakukan evaluasi/pengawasan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) tahun 2020," ungkap Harli.

Sebelumnya, penyidik telah menetapkan 22 tersangka, satu di antaranya terkait dugaan perintangan penyidikan. Diantaranya, pengusaha sekaligus suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, bos Sriwijaya Air, Hendry Lie serta sejumlah mantan Direksi PT Timah.

Big korupsi ini disebut menimbulkan kerugian perekonomian dan keuangan negara hingga Rp 300 triliun. Secara garis besar, modus korupsi kasus ini yakni pengumpulan bijih timah oleh sejumlah perusahaan yang diambil secara ilegal di wilayah IUP PT Timah. Upaya itu melibatkan pejabat di PT Timah, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.

Kerugian negara ini dihitung dari adanya kemahalan pembelian smelter, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada perusahaan penambang, hingga kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya