News Kamis, 21 April 2022 | 15:04

Fenomena NII Bagian dari Lemahnya Regulasi Larang Ideologi Anti Pancasila

Lihat Foto Fenomena NII Bagian dari Lemahnya Regulasi Larang Ideologi Anti Pancasila Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center yang juga mantan teroris Ken Setiawan. (Foto: Kompas)

Jakarta -  yang anti terhadap Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tengah menjadi sorotan. 

Bahkan dari serangkaian penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian, NII diketahui akan menggulingkan pemerintah yang sah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum Pemilu 2024. 

Kondisi ini terjadi disebabkan karena negara belum mempunyai regulasi untuk melarang ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan mengatakan fenomena NII yang menimbulkan kegaduhan publik sebagai bagian dari lemahnya regulasi yang melarang ideologi anti Pancasila dan NKRI.

"Butuh ketegasan dari pemerintah supaya virus ini tidak menjalar sehingga harus dipotong dan dipangkas. Siapa yang mengatakan bahwa akan mengganti Pancasila dengan ideologi lain itu harus bisa dipidanakan. Harus ada undang-undang yang jelas supaya bisa menjaga masyarakat bangsa ini agar lebih baik," kata Ken Setiawan di Jakarta, Kamis, 21 April 2022.

Dia melanjutkan, tanpa regulasi yang tegas, gerakan NII dikhawatirkan menjadi ancaman besar bagi negara ke depannya. Pasalnya, kelompok ini terus bergerak dan bertaqiyyah menyusun rencana untuk menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat sebagai strategi menjaring simpati dan dukungan.

"Kami mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang betul-betul melindungi Pancasila dari serangan ideologi apapun. Kalau tidak, bisa bahaya buat negara kita ini sendiri. Pemerintah harus tegas untuk membuat undang-undang tersebut," ujarnya.

Ken juga memaparkan bagaimana gerakan NII yang selama ini dianggap oleh berbagai pihak telah tiada. Tetapi kenyataannya hari ini NII masih muncul dan masih eksis serta tumbuh subur di tengah kehidupan masyarakat, bahkan dengan membawa agenda kudeta pemerintah sebelum 2024.

"Gerakan NII ini tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah surut. Permasalahannya adalah ketika masyarakat tidak menganggap NII ini bahaya, bahkan sebagian masyarakat lagi menganggap NII ini sudah tidak ada," tuturnya.

Dia mengungkapkan, dengan kelengahan masyarakat tersebut dan diuntungkan dengan keahlian kelompok NII ini menyembunyikan jati dirinya, serta mampu membaur di masyarakat, menjadikan ideologi NII mudah untuk disebar dimana-mana.

"NII ini kan dia pintar, dia cenderung untuk menyembunyikan jati diri, pintar membaur dengan masyarakat lewat gerakan-gerakan sosial juga. Kelihatannya bagus membantu masyarakat, tetapi ini adalah virus yang butuh vaksin," katanya.

Berdasarkan pantauannya, dia menyebut NII yang awalnya sebagai gerakan lokal, kini sudah mulai menunjukkan afiliasinya dengan gerakan transnasional yang sama-sama ingin menggoyahkan tanah air dan mengganti ideologi Pancasila dengan sistem agama yang mereka yakini.

"Ancaman faktual hari ini menurut saya antara lokal dengan transnasional bergabung menjadi satu. Karena NII yang tadinya gerakan di bawah tanah muncul dengan nama baru, mendekati konsep-konsep hijrah bahkan Khilafah. Kolaborasi antara NII dan Ikhwanul Muslimin contohnya, ini menjadi ancaman," ucapnya.

Tidak hanya percepatan pembuatan regulasi, Ken juga berharap adanya penguatan daya tangkal masyarakat dari ideologi maupun propaganda kelompok radikal, baik oleh pemerintah maupun tokoh agama, tokoh masyarakat serta stakeholder lainnya.

"Perlu lebih kencang lagi untuk menjelaskan bagaimana konsep harmoni dan kebhinekaan seperti yang didengungkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), lalu perlu sekali sosialisasi sampai ke bawah agar masyarakat mendapatkan informasi-informasi tentang propaganda kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama," paparnya.

Sebagai mantan anggota NII, Ken berpesan agar masyarakat untuk peka dan mewaspadai gerakan radikalisme dan senantiasa membiasakan diri untuk tidak menerima berita hoaks yang beredar di dunia maya.

"Kita harus berani anti-radikalisme, maka jangan kasih ruang, jangan kasih kesempatan dan jangan kasih panggung untuk mereka yang membuat propaganda untuk benci kepada pemerintah. Serta jangan sampai kita menjadi korban hoaks atau menjadi pelaku," katanya.

Tidak hanya terhadap masyarakat yang belum terpapar, namun dia juga menyampaikan pesannya untuk masyarakat yang memiliki kerabat maupun saudara yang terindikasi terpapar dan terbaiat oleh gerakan NII maupun kelompok radikal lainnya untuk bisa mengevaluasi dan berpikir kritis bahwa agama harus menjadi rahmat bagi pemeluknya.

"Untuk masyarakat yang sudah terpapar atau terbaiat dengan ideologi radikalisme, Mari kita berdialog. Mari kita evaluasi dan kritis. Jangan sampai kita taqlid atau buta terhadap fenomena pimpinan kita yang harus kita taati sepenuhnya. Karena sejatinya Islam itu rahmatan lil alamin," ucap Ken Setiawan.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya