News Senin, 12 Agustus 2024 | 14:08

Indonesia Deflasi Gegara Daya Beli Masyarakat Lemah, PKS: Sinyal Bahaya

Lihat Foto Indonesia Deflasi Gegara Daya Beli Masyarakat Lemah, PKS: Sinyal Bahaya Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati. (Foto: Istimewa)

Ketua DPP PKS: Daya Beli Masyarakat Anjlok, Pemerintah Jangan Lengah

Jakarta - Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati mengungkap terjadinya deflasi di Indonesia selama tiga bulan berturut-turut. Data itu didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS).

"Deflasi bisa menjadi sinyal bahaya, karena mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat, tercermin juga pada penurunan pertumbuhan tahunan simpanan di bank dari 7,8 persen jadi hanya 4,1 persen utamanya tabungan di bawah Rp100 juta," kata Anis dalam keterangan yang dikutip pada Senin, 12 Agustus 2024.

Anggota komisi XI DPR RI menerangkan turunnya daya beli masyarakat memengaruhi pendapatan negara seperti penurunan PPN dan turunnya setoran pajak industri perdagangan. 

"Penurunan daya beli bisa berimbas pada, turunnya juga laba industri dan perusahaan, jadi negara juga ikut dirugikan," ujarnya.

Ia pun menyampaikan kekhawatirannya terkait daya beli masyarakat yang anjlok berkepanjangan ini. Kata Anis, hal tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi terhambat sehingga kemiskinan akan semakin meningkat. 

"Tentunya Pemerintah harus aware dengan situasi ini, jangan lengah dan menyangkal penurunan daya beli, angka PHK saja meningkat dan menurut data BPS jumlah pengangguran masih tercatat 7,2 juta jiwa," tuturnya.

Wakil Ketua BAKN DPR RI ini kemudian menyebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia masih salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. 

"Sementara angka PHK juga mengalami lonjakan di periode Januari-Juni 2024 mencapai 32.064 orang menurut data Kemnaker, angka tersebut baik 21,4 persen dari periode yang sama tahun lalu, artinya kondisi perekonomian melemah," kata dia.

Lebih lanjutnya, ia mengingatkan pemerintah agar terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dengan instrumen fiskal, utamanya untuk masyarakat kelas menengah yang belum mendapat perlindungan sosial. 

"Selain itu untuk meningkatkan daya beli terutama dengan investasi, utamanya investasi yang berkualitas dan di sektor padat karya, yang selama ini Indonesia belum mendapatkan banyak investasi yang berkualitas," ujarnya.

Anggota Fraksi PKS ini juga menyebut pada akhir periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jumlah kelas menengah menurun sehingga berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. 

"Jika pemerintahan tidak berakhir husnul khotimah, tentunya akan mewariskan beban fiskal yang kian berat, anjloknya daya beli memengaruhi rasio pajak atas PDB dan menyulitkan pemerintahan baru," ucap Anis.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya