Pilihan Rabu, 09 November 2022 | 18:11

Panorama Cantik Gunung Ciremai via Sadarehe, Primadona Angkuh di Pulau Jawa

Lihat Foto Panorama Cantik Gunung Ciremai via Sadarehe, Primadona Angkuh di Pulau Jawa Puncak Gunung Ciremai diabadikan dari atas Kawah Burung. (foto: Opsi/Morteza Syariati Albanna).

Jakarta - Gunung Ciremai membuka jalur pendakian terbaru, yakni via Trisakti Sadarehe. Jalur pendakian yang diresmikan per Agustus 2022 itu bisa ditempuh dari Desa Payung, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat (Jabar).

Jalur pendakian Trisakti Sadarehe menyimpan keanekaragaman flora dan fauna yang terbilang langka di Pulau Jawa. Jalur ini punya ciri khas tersendiri, harus melintasi sabana Kawah Burung atau pos VIII sebelum menggapai Puncak Ciremai, bisa disebut atap Jabar.

Tentu untuk menggapai Puncak Ciremai tidaklah mudah. Saya pribadi sudah mendambakan mendaki gunung ini sejak lama. Namun, selalu terurungkan niat. Salah satu musababnya, ada saja kabar burung yang menyebutkan Ciremai amat lekat dengan mistik dan kisah horornya. Hal ini membuat saya selalu berpikir dua kali acap kali hendak mendaki Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).

Namun, hawa takut itu perlahan tergerus menjadi rasa penasaran, setelah menonton beberapa konten video di media sosial YouTube yang menyiarkan kecantikan Kawah Burung. Melihat itu, ingin rasanya cepat-cepat berkemah di sana. Meskipun saya sudah bisa menerka, di sana pasti sangat dingin. Dan, satu-satunya jalur paling realistis untuk menembus sabana itu, ialah melalui trek baru Trisakti Sadarehe.

Kawah Burung atau Pos VIII Gunung Ciremai via jalur Trisakti Sadarehe, Majalengka, Jawa Barat. (foto: Opsi/Morteza Syariati Albanna).

Tepat pada 4 November 2022 lalu, saya bertiga bersama Ferdi dan Mando, kawan mendaki gunung, kompak satu suara untuk melanjutkan cerita berpetualang. Kali ini ke Ciremai. Rabu malam, 3 November 2022, kami bertolak dari kota metropolutan Jakarta, merapat ke Desa Payung di Majalengka, kaki Gunung Ciremai.

Singkat cerita, GoogleMaps yang mengarahkan kami ke trek Sadarehe, tidak lagi rewel menuntun arah kendaraan, setelah kita tiba di pelataran rumah warga Desa Payung bernama Kang Dian. Dia bersama istrinya pun menyambut kami dengan sangat ramah.

Kita mulai berbincang dengan Kang Dian, guna mengulik apa itu Sadarehe. Dia menyebutkan, jalur pendakian ini sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi diperuntukkan untuk jalur ziarah atau bisa disebut juga "wisata religi".

Namun, selama tiga tahun terakhir ini, sekelompok pegiat alam di Majalengka yang melek akan potensi wisata desa setempat, kompak membuat jalur pendakian Sadarehe sampai Puncak Ciremai, secara swadaya. Tetesan keringat mereka nyatanya kini tidak sia-sia.

Sebab, per Agustus 2022 lalu, TNGC resmi menetapkan Sadarehe sebagai salah satu jalur legal untuk mendaki Ciremai, dan sudah bisa di-booking secara online melalui website resminya.

Untuk diketahui, Gunung Ciremai memiliki lima trek pendakian, meliputi Linggarjati, Linggasana, Apuy, Palutungan, dan teranyar adalah Trisakti Sadarehe, primadona baru di Jabar. 

Kang Dian melanjutkan, untuk mendaki Gunung Ciremai via Trisakti Sadarehe, per orang dikenai biaya Rp 147.000-150.000. Dengan membayar retribusi tersebut, pendaki sudah bisa masuk ke TNGC mendapatkan sertifikat, kantong sampah atau trash bag, cek kesehatan medis, makanan (sebelum naik dan ketika turun), asuransi, PNPB, air lima liter, dan kelompok pendaki bisa diantar sampai ke puncak oleh 1-2 orang ranger gunung setempat.

Kita pun diperkenalkan dengan dua ranger yang "bertugas mengawal" kami di sepanjang jalur pendakian Sadarehe hingga menembus atap Jabar. Namanya Aji dan Apit. Fisik mereka masih sangat prima. Bahkan Apit, kuat berjalan kaki menggendong tas dari rumah Kang Dian ke Basecamp Sadarehe, yang jaraknya terbilang jauh, kian lengkap dengan trek menanjak.

Sementara kami bertiga, pilih naik ojek saja dari kediaman Kang Dian ke Basecamp Sadarehe. Pikirku, tak apalah merogoh kocek lebih, semata demi menyimpan tenaga guna menembus rimba raya nanti. 

Menuju basecamp, tersuguhkan pemandangan menawan kaki Gunung Ciremai nan subur, ditumbuhi sayur-mayur, cengkeh, hingga pohon buah. Teramat wajar jika masyarakat setempat mayoritas bekerja sebagai petani, karena tanah di sini sangatlah subur.

Hingga akhirnya motor pun berhenti di Basecamp Sadarehe. Setelah itu kami di-briefing oleh Kang Rahmat. Salah satu tokoh penggagas pendakian Sadarehe ini memberitahu ke kami bahwa di trek ini masih mudah ditemukan tumbuhan kantong semar, pohon tertua di Pulau Jawa, macan dahan, kucing hutan, rusa hutan bertanduk, hingga empat macam ordo tumbuhan eidelweiss Jawa.

Tak ingin menyia-nyiakan waktu, setelah khidmat berdoa, kami pun memutuskan bergegas menuju Pos I Lawang Gede. Tanpa basa-basi, ternyata treknya langsung menanjak, menembus hutan hujan yang teramat lembap. Di sepanjang jalur ini, bila beruntung, kita bisa mendapatkan jamur kuping yang tumbuh liar di kayu. Jamur kuping aman dikonsumsi, bisa dijadikan logistik tambahan pendaki.

Setelah itu, kami menembus Pos II Tegal Jamuju, masih dengan ciri khasnya, vegetasi rerimbunan pohon besar yang sangat rapat. Di sini, sayangnya tidak bisa berhenti terlalu lama. Musababnya, masih banyak pacet berkeliaran yang "haus" darah manusia.

Ilustrasi hutan hujan tropis. (foto: Opsi/Morteza Syariati Albanna).

Memasuki jalur Pos III Kayu Manis, langit mulai minitikkan air mata. Apa boleh buat, saat itu kita diharuskan membentangkan flysheet agar tubuh dan tas tidak basah diguyuri hujan. Bagi saya, ini merupakan saat yang tepat mengeluarkan logistik makanan untuk dimasak. Tentu saja, kian cepat logistik makanan habis, tas yang saya gemblok akan kian ringan dibawa ke atas.

Kemudian, perjalanan dilanjutkan menuju Pos IV Pengorbanan Cinta. Di sana, terdapat lapangan datar yang cukup luas, bisa untuk berkemah. Namun, sayangnya, jejak babi hutan di lokasi ini masih sangat jelas. Saya rasa, idealnya memang harus mengikuti arahan dari sang ranger, yang menyarankan untuk membuka tenda di Pos VI Sumber Urip. 

Selanjutnya, rombongan kami pun memutuskan untuk bergegas melanjutkan perjalanan menembus Pos V, di mana kanan-kiri jalan sudah berupa jurang. Tidak banyak yang bisa dilakukan di sini, lebih baik terus menapakkan kaki ikuti jalur menanjak menuju pos selanjutnya.

Untuk diketahui, interval dari pos ke pos terbilang singkat. Apabila badan prima dan kita bisa berjalan cepat, maka dari pos ke pos bisa ditempuh dengan estimasi waktu 30-60 menit. Dengan kata lain, jalur Sadarehe Ciremai, bisa dibilang bukan trek panjang. Dari Pos I ke Pos VI bisa saja ditempuh 4-6 jam.

Tiba di Pos VI Sumber Urip, kami bertiga mulai merasakan letihnya tubuh usai menerobos hutan saat musim hujan. Kami manut saja saat disarankan berkemah di sini. Aji, sang ranger gunung menuturkan, perjalanan ke Pos VIII sabana Kawah Burung hingga Puncak Ciremai, toh bisa dilanjutkan besok pagi.

"Gunungnya enggak kemana-mana bang," kata dia, berseloroh membangkitkan tawa.

Kami pun menyepakati, untuk hari pertama pendakian, cukup berkemah di Pos VI. Di sini mayoritas logistik seperti sayur-mayur dan daging, akan kita goreng. Di saat memasak itu, saya melihat betul ada seekor macan dengan ukuran sedang, tengah melompat dari pohon ke pohon.

Ilustrasi macan dahan Jawa Barat. (foto: istimewa).

Menurut Apit sang ranger gunung, apa yang saya saksikan barusan saja adalah macan dahan berwarna hitam. Dan tak lama berselang, Apit merasa mendengar suara mengorek-orek tanah, yang tidak jauh dari lokasi tenda berdiri. Saat disoroti lampu senter, giliran dirinya melihat bayi kucing hutan.

Baru sekali ini, ucap saya, betul-betul melihat fauna yang sangat langka di depan mata, dan belum tentu bisa disaksikan di gunung-gunung lainnya.

"Tenang, besok pagi abang pasti lihat rusa. Di Pos VIII Kawah Burung ada rusa gunung," timpal Apit yang membuat saya kian penasaran. 

Keesokan harinya, kami bangun sangat pagi sekitar pukul 4.00 WIB. Musababnya, Mando tetiba saja melompat terkejut. Dia merasa mendengar suara babi hutan di belakang tenda. Sejak saat itu, kita pun ikut terjaga bersama dan sudah tidak bisa memaksakan memejamkan mata. 

Maka itu, Aji mengajak kita untuk memulai saja summit attack ke Puncak Ciremai. Seberes menyeduh kopi dan teh, intinya tubuh sudah hangat dan bertenaga, kami pun bergegas lanjut naik ke Pos VII Tanjakan Cita-cita.

Saya akui, tanjakan dari Pos VI ke Pos VII terbilang paling gurih. Orang-orang sini menyebutnya "Tanjakan Haram Jaddah". Namun, tidak bagi Mando. Dia punya julukan tersendiri untuk jalur menanjak curam ini.

"Tanjakan haram jahanam," kata Mando disambut pecah tawa Ferdi.

"Tenang bang, nanti di Pos VII, eidelweiss sudah tumbuh, bagus buat nge-vlog," timpal Apit.

Ferdi yang masuk usia paruh baya ini juga terbilang mental dan fisiknya masih tergolong kuat untuk mendaki gunung tinggi seukuran Ciremai. Dia beberapa kali berucap mau lagi naik gunung. Asalkan, tidak mendaki lewat trek panjang seperti Gunung Gede via Putri, Cianjur.

Beberapa kali Ferdi terlihat tersenyum lebar saja, saat lagi-lagi menyaksikan keparahan jalur tanjakan di gunung ini seakan tiada habisnya.

Hingga pada akhirnya, kita tiba di ladang eidelweiss yang teramat luas. Vegetasi hutan dari pepohonan tinggi, berubah menjadi lahan tempat tumbuh suburnya si bunga abadi. Meskipun trek menuju Pos VIII Kawah Burung kian menanjak, akan tetapi panorama alam mulai terbuka dan terlihat sangat cantik dari sini.

Kawah Burung diambil dari trek menuju Puncak Gunung Ciremai. (foto: Opsi/Morteza Syariati Albanna).

Hanya perlu berjalan 30 menit dari Pos VII, akhirnya saya tiba di Kawah Burung, Pos VIII Gunung Ciremai. Saat itu, saya menyaksikan rusa bertanduk masih bermain di sabana. Seakan enggan dilihat manusia, hewan langka itu lantas masuk ke dalam hutan, naik ke atas perbukitan.

Di Kawah Burung, kami memutuskan untuk menyemil dan membuat teh lagi. Di sini panoramanya sangat indah. Luas dan kelandaian padang sabana ini, menurut saya, mungkin saja bisa mendaratkan satu helikopter.

Bila beruntung juga, di Kawah Burung ada semacam kubangan yang bisa menampung air hujan. Aneka fauna di sini biasa meminum air itu.

Lantas Aji pun menceritakan singkat asal-usul dinamakannya Kawah Burung. 

"Ini gagal jadi kawah. Jadinya malah sabana yang luas begini," kata Aji.

Aji memastikan, di trek pendakian Ciremai lainnya, tidak ada padang sabana seperti Kawah Burung. Lokasi ini idealnya memang ditembus dari jalur Trisakti Sadarehe yang baru diresmikan Agustus kemarin.

"Mantap kan view-nya. Kalau tendaan di sini pasti dingin, dan agak risiko juga kalau berkemah (di sini) saat kondisi hujan badai," ucapnya menambahkan.

Dari Kawah Burung, Puncak Ciremai yang angkuh dan tersendiri itu, sudah menanti kita agar segera datang ke atas sana. Untung saja cuaca hari itu cerah. Menurut Apit, waktu tempuh dari Pos VIII ke puncak sekitar 90-120 menit.

Puncak Gunung Ciremai masih ditutupi kabut. (foto: Opsi/Morteza Syariati Albanna).

Kendati pendakian masih cukup panjang, saat menanjak ke puncak, kita akan dibuat terperangah dengan keindahan alam Ciremai. Di kanan-kiri jalur tumbuh subur si bunga abadi eidelweiss. 

Uniknya lagi, jika sudah kian mendekati puncak, kita akan melewati trek berpasir layaknya yang ada di Mahameru, Gunung Semeru, Jawa Timur. Jika diinjak selangkah, seakan turun dua langkah. Maka dalam pikiranku, yang harus dilakukan adalah melangkah saja ke atas secepat mungkin. Karena puncaknya memang sudah kelihatan. Tidak jauh lagi ada plang Gunung Ciremai 3078 mdpl.

"Kita sudah sampai bang, alhamdulillah selamat," kata Apit.

Tak banyak kata yang bisa saya ucap begitu tiba di Puncak Ciremai. Setelah berdoa dan bersyukur dalam hati, kuputuskan untuk mengabadikan panorama Ciremai yang cantik dan angkuh, karena sangat sulit untuk dihampiri.

Setelah itu, saya mengeluarkan kompor dan mi instan dari dalam tas. Pikirku, agar saat Ferdi, Mando, dan Aji tiba di puncak, makanan sudah siap santap, tenaga yang terkuras pun seketika bisa pulih kembali.

Melihat mereka tiba di puncak, kita pun sama-sama saling merayakan keberhasilan menembus Puncak Gunung Ciremai, atap Jabar, dengan suka cita dan rasa syukur. Tanpa orang-orang baik yang saya temui seperti Aji, Apit, Kang Rahmat, dan Kang Dian dari Sadarehe, juga tanpa izin Tuhan Yang Maha Kuasa, saya tidak akan bisa menuliskan catatan bahagia yang tak terlupakan ini. 

Untuk informasi lebih mendalam mengenai pendakian Gunung Ciremai via Trisakti Sadarehe dapat menghubungi Kang Rahmat: 082124756640 dan Kang Dian: 085797775170. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya