News Rabu, 26 Oktober 2022 | 17:10

Dua Tersangka Dugaan Korupsi Pemberian Kredit BPD Jateng Ditahan Bareskrim

Lihat Foto Dua Tersangka Dugaan Korupsi Pemberian Kredit BPD Jateng Ditahan Bareskrim Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. (Foto: Humas Polri)
Editor: Rio Anthony

Jakarta - Dua tersangka kasus tindak pidana korupsi pemberian kredit proyek Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah cabang Jakarta, tahun 2017-2019, ditahan Bareskrim Polri.

Dua tersangka yang ditahan merupakan Dirut PT Samco Indonesia, Boni Marsapatubiono dan Dirut PT Mega Daya Survey Indonesia, Welly Bordus Bambang.

Keduanya ditahan atas hasil pengembangan dari terpidana Bina Mardjani, pimpinan Bank Jateng cabang Jakarta yang telah divonis Pengadilan selama 7 tahun.

"Terhadap yang bersangkutan telah dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Cabang Bareskrim Polri," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Rabu 26 Oktober 2022.

Kata Dedi, kasus yang menjerat tersangka Boni Marsapatubiono berawal pada 2017, dimana dia mengajukan fasilitas kredit proyek pada Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp 74,5 miliar untuk lima proyek. Pengajuan tersebut pun disetujui.

"Ada pun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral," ujarnya.

Dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum, yakni persayaratan yang tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit.

"Kelima proyek tersebut per 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi
Kolektibilitas 5 (macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar
Rp 71.279.545.538, ada pun jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp 2.681.583.434," katanya.

Sementara untuk tersangka Welly Bordus Bambang pada tahun 2018-2019 telah mengajukan 7 fasilitas kredit ke Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp 57 miliar.

Ada pun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral.

Dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum yakni persayaratan tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit serta jaminan/SPK Fiktif).

"Seluruh proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi kolektibilitas 5 (macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 62.216.924.108. Jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp. 5.764.266.105," katanya.

Kedua tersangka dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya