Jakarta - Penerimaan negara berpotensi turun setelah beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) digabungkan ke dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Alasannya, setoran dividen dari perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut tidak lagi masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP), melainkan dikelola langsung oleh Danantara sebagai investasi.
"Setoran dividen 65 BUMN ke negara yang ditargetkan sebesar Rp90 triliun pada 2025 dari sebelumnya Rp85,5 triliun pada 2024 dari 10.402 triliun aset yang mereka kelola. Jumlah ini akan masuk ke kas BPI Danantara dan dikelola menjadi investasi. Dividen BUMN ini akan dikembangkan terus-menerus sebesar-besarnya," ujar Ketua Komite IV DPD RI Ahmad Nawardi dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa, 18 Februari 2025.
Dalam Undang-Undang APBN 2025, belanja negara diperkirakan sebesar Rp3.621,3 triliun, naik Rp271 triliun atau 8,1 persen dari realisasi belanja 2024 yang mencapai Rp3.350,3 triliun.
Sementara itu, penerimaan negara dalam APBN 2025 direncanakan sebesar Rp3.005,1 triliun, terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp2.490,9 triliun dan PNBP sebesar Rp513,6 triliun.
Nawardi menekankan perubahan status BUMN di bawah Danantara bakal berdampak pada penerimaan negara.
"Status Danantara inilah yang membuat perusahaan BUMN yang dikelola Danantara bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga tidak ada lagi yang namanya pendapatan dari PNBP dari BUMN tersebut," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menilai Kementerian Keuangan perlu merevisi skema penerimaan PNBP dalam UU APBN.
Jika tidak ada langkah pengganti, berkurangnya pemasukan dari dividen BUMN berisiko mempersempit ruang fiskal di tengah meningkatnya kebutuhan belanja negara.
"Penerimaan negara harus ada solusi pengganti penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari dividen BUMN," tambahnya.[]