Jakarta - Mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan mengatakan, pemerintah perlu membuat sertifikasi penceramah untuk mencegah munculnya orasi-orasi keagamaan yang berisi ujaran kebencian.
"Pemerintah perlu membuat sertifikasi penceramah karena saat ini faktanya orasi keagamaan tidak semuanya menyejukkan. Muncul orasi-orasi keagamaan yang isinya ujaran kebencian," kata Ken saat konferensi pers Fenomena Ideologi Kontemporer di Indonesia, yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin, 20 Juni 2022.
Adapun salah satu narasi yang dikutip Ken adalah perintah penceramah untuk tidak mengikuti ulama atau kiai yang mendukung pemerintah.
Dia menegaskan, orasi tersebut mengarahkan masyarakat untuk mengikuti ulama yang dibenci pemerintah.
Menurutnya, masyarakat yang kurang literasi justru lebih mudah mempercayai pihak-pihak yang vokal, sedangkan yang moderat cenderung diam.
Akibatnya, kata dia, mereka akan melihat pihak yang menentang pandangan radikal sebagai pihak yang antiagama atau Islamofobia.
"Yang waras jangan sampai diam. Kalau kita diam, mereka akan merajalela," kata Pendiri NII Crisis Center ini.
Sementara, Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Syauqillah mengatakan bahwa penegakan hukum dalam konteks terorisme dan radikalisme sering dibenturkan oknum-oknum terkait guna menjadikan situasi menjadi tidak kondusif, salah satunya melalui narasi antiagama atau narasi Islamofobia.
"Ini kan kelompok kecil, sementara umat Islam di Indonesia sangat besar. Mungkin lebih dari 85 persen. Bagaimana mungkin negara sebesar ini melakukan Islamofobia terhadap masyarakatnya, umatnya?" ujar Syauqillah.
Melalui berbagai regulasi, seperti regulasi tentang zakat, haji, ekonomi Islam, produk halal, dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya merupakan wujud negara mengakomodasi aturan-aturan Islam dalam bernegara.
"Indonesia tidak demikian (Islamofobia) dan ini yang ditindak hanya sebagian kecil, kelompok-kelompok ini yang dilakukan penindakan hukum," ucap Syauqillah.[] (ANTARA)