Jakarta - Diduga terjadi praktik mafia tanah yang melibatkan oknum di Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Hal ini diungkap Saddan Sitorus, selaku penasihat hukum ahli waris Tan Mokoginta.
Tan Mokoginta adalah warga Kota Kotamobagu, pemilik tanah dengan luas kurang lebih 17.000 meter persegi berdasarkan sertipikat hak milik Nomor 335 Tahun 1981.
Tanah itu berada di Jalan D’Dayanan, Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, berbatasan dengan sertipikat hak milik Nomor 99 Tahun 1978 atas nama Ode Mokoginta.
Muncul masalah, karena pemilik sertipikat hak milik Nomor 99 Tahun 1978 mengambil dan menjual tanpa kewenangan tanah milik almarhum Tan Mokoginta, selaku pemilik sertipikat hak milik Nomor 335 Tahun 1981.
“Jadi ukuran tanah Sonny Mokoginta (putra dari Ode Mokoginta,red) bertambah setelah terbit sertipikat Nomor 99 Tahun 2019. Awalnya sertipikat milik Sonny adalah Nomor 99 Tahun 1978. Jadi intinya, setelah terbit sertipikat Nomor 99 Tahun 2019, diketahui merupakan tanah dari sertifikat Nomor 335 dan bahkan sudah dijual-jual,” kata Saddan.
Tindakan penyerobotan tersebut diakui ahli waris pemilik sertipikat Nomor 99 Tahun 1978, yang diungkapkan dalam surat pernyataan pada tahun 2016 dan 2019. Ditambah surat pernyataan, pengurusan balik nama secara mandiri.
Isi pernyataan dibuat di hadapan Lurah Gogagoman dan disaksikan beberapa orang saksi. Namun Sonny RV Mokoginta selaku pembuat surat pernyataan justru ingkar.
Akibat penerbitan surat kepemilikan tanah yang bermasalah tersebut, kemudian kata Saddan, mengundang munculnya persoalan baru yang bisa berakibat pada konflik fisik.
“Apa yang terjadi dalam persoalan tanah di wilayah Kantah Kotamobagu harus disampaikan secara utuh kepada Menteri ATR/BPN dan Presiden. Masih banyak oknum tidak bertanggung jawab bekerja mengatasnamakan lembaga negara, untuk mengambil keuntungan dan mengintervensi masyarakat. Ini harus ditumpas sampai ke akar-akarnya,” tutur Saddan dalam keterangannya kepada Opsi, Senin, 13 Februari 2023.
Baca juga: Hati-hati Jangan Kecolongan, Ini 4 Modus Baru Sindikat Mafia Tanah
Saddan juga meminta Kementerian ATR/BPN agar segera mengevaluasi kinerja Kantah Kota Kotamobagu yang diketahui secara administratif sangat buruk.
Kantah tersebut kata dia, gagal menjalankan amanat pemerintah. Juga membuktikan tidak sinergisnya pemerintah pusat dengan pemerintah daerah memberikan kepastian hukum kepada para pemilik tanah.
Saddan lalu menagih janji Presiden Jokowi dan Kementerian ATR/BPN untuk serius memberikan sanksi kepada oknum-oknum yang memakai lambang negara, seperti halnya di Kantah Kota Kotamobagu, yang menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan kepastian terkait kepemilikan sertipikat tanah.
“Mafia itu akan muncul pertama sekali dari internal. Tinggal jabatan itu diperalat untuk memperkaya sendiri. Oknum semacam ini sudah menjalar di Kantah Kotamobagu. Langkah kami akan menyurati Presiden dan Menteri ATR/BPN untuk langsung menggebuk mafia tanah tersebut. Ini masalah serius, jika tidak ada tindakan maka oknum-oknum itu bisa berpikir bahwa tindakan mereka terlegitimasi," katanya.
Kekecewaan pengacara ahli waris Tan Mokoginta kepada Kantah Kota Kotamobagu semakin berlarut-larut, termasuk ketika pengukuran tanah pada 7 Februari 2023.
Pengukuran dilakukan Kepala Seksi Pengukuran bernama Michael bersama tim, termasuk kepolisian. Pasca pengukuran tidak ada berita acara dan hasilnya juga tidak transparan.
“Kemarin pengukuran sudah dilakukan. Diketahui penyidik bernama Pak Irwan. Klien saya sudah menjelaskan tentang letak sebagaimana dimaksud dalam sertipikat 335. Namun selama proses pengukuran, tidak satupun ada berita acara. Ketika diminta, jawaban mereka nanti. Terus mengenai hasil pengukuran, katanya seminggu. Zaman sudah canggih, satu hari pun bisa selesai kenapa harus menunggu seminggu. Wajar kalau kami menduga, bisa saja ada niat lain,“ jelas Saddan.
Saddan mengingatkan, hasil pengukuran jangan sampai merugikan kliennya. Jika terbukti nanti salah, maka pihaknya akan segera mengambil langkah hukum.
"Pengukuran ini sudah dilakukan sebanyak empat kali dan sampai pengukuran kemarin sudah kelima, hasilnya tidak ada yang kami ketahui. Ini adalah peringatan keras untuk Kantah Kota Kotamobagu, harus transparan,“ tandas Saddan.
Tindakan Refresif Kepolisian
Sejak tahun 2021 sampai 2022, ahli waris Tan Mokoginta sudah memperjuangkan hak-haknya di Kantor Kepolisian Resor (Polres) Kota Kotamobagu.
Namun keadilan belum diperoleh, sebagaimana diungkapkan Saddan selaku penasihat hukum Tan Mokoginta.
Baca juga: Deklarasi di Sumatra Utara, AMBAT Serukan Gebuk Mafia Tanah
Disebutnya, pada April 2021 ahli waris Tan Mokoginta melaporkan sejumlah oknum di Kantah Kota Kotamobagu ke polres setempat, atas dugaan penyalahgunaan wewenang, yakni dengan menerbitkan sertipikat lain di atas sertipikat Nomor 335 Tahun 1981.
Penyidik yang menangani laporan pengaduan tersebut bekerja tidak sesuai UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang manajemen penyidikan serta melawan kode etik polisi.
Bahkan akibat perbuatannya, oknum penyidik yang menangani laporan pengaduan tersebut mendapat sanksi dari pimpinannya.
Kemudian pada Agustus 2021, ahli waris juga melaporkan Sonny RV Mokoginta ke Polres Kota Kotamobagu atas tuduhan penipuan.
Penyidik sudah sempat membuat tersangka atas laporan kasus ini. Namun ternyata polisi kemudian menerbitkan surat perintah pemberhentian penyidikan atau SP3.
Kemudian ahli waris juga sudah melaporkan Sonny RV Mokoginta pada Agustus 2022 atas tuduhan penyerobotan sesuai Pasal 385 KUHP.
Penyidik bahkan sudah melakukan pengukuran ulang di atas lahan sertipikat Nomor 335 Tahun 1981 pada 7 Februari 2023.
Baca juga: Jokowi: Kalau Masih Ada Mafia Tanah, Gebuk Detik Itu Juga
Hasil pengukuran tidak secara jelas diungkapkan dan juga tidak ada berita acara pengukuran.
Kondisi ini kata Saddan mengakibatkan tidak memberikan perlindungan terkait dengan kepemilikan sertipikat hak milik Nomor 335 Tahun 1981.
"Akibat belum mendapat kepastian hukum, ahli waris sampai saat ini kehilangan atas hak tanah yang telah dijual Sonny RV Mokoginta tanpa kewenangan," katanya.
Bisa terlihat ketika pada 8 Februari 2023 pagi, ahli waris memasang spanduk kepemilikan di atas tanah sertipikat Nomor 335 Tahun 1981, muncul perlawanan dari orang-orang yang menyatakan pemilik bangunan yang berdiri di tanah tersebut.
Malam harinya, tepatnya pukul 21:00 WIB, muncul ratusan aparat polisi dipimpin Kasat Reskrim Polres Kotamobagu AKP Ahmad Anugrah dan Kapolsek Gogagoman Kompol Luther Kadung, tidak disertai surat perintah atau surat tugas hadir di lokasi.
“Tidak tau apa motif kedatangan polisi ramai malam itu. Tetapi pastinya ketika kami minta pertanggungjawaban terkait berita acara dan surat perintah atau surat tugas, mereka tidak bisa buktikan. Karena ini adalah tindakan represif dan kami merasa terganggu, maka kami akan melaporkan ini ke Propam Polri di Mabes. Kita di negara hukum, maka hukum juga harus ditegakkan dan kalau bisa oknum-oknum yang sengaja memakai lambang negara untuk membuat intervensi kepada masyarakat harus diberikan sanksi tegas," tutur Saddan.
Opsi belum meminta keterangan dari pihak Kantah Kotamobagu dan Polres Kotamobagu atas keterangan yang disampaikan penasihat hukum ahli waris Tan Mokoginta. []