Jakarta - Pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2024-2029 yang berlangsung Selasa, 1 Oktober 2024, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, menandai dimulainya era baru bagi 580 wakil rakyat yang terpilih.
Namun, di balik prosesi yang penuh simbolik, ada keputusan mengejutkan: mulai periode ini, anggota DPR tidak lagi mendapatkan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA), sebuah kenyamanan yang telah mereka nikmati selama bertahun-tahun.
Sekretariat Jenderal DPR melalui surat resmi bernomor B/733/RT.01/09/2024, yang dikeluarkan pada 25 September 2024, menegaskan bahwa para anggota DPR yang dilantik pada periode ini akan diberikan Tunjangan Perumahan.
Fasilitas RJA, yang selama ini menjadi salah satu keistimewaan anggota DPR, resmi dihapus.
"Bapak/Ibu Anggota DPR RI, baik yang terpilih kembali maupun yang tidak, berkenan menyerahkan Rumah Jabatan Anggota paling lambat tanggal 30 September 2024," jelas surat tersebut.
Tunjangan Perumahan: Gantikan Kenyamanan Rumah Dinas
Anggota DPR yang dilantik kali ini harus siap menghadapi perubahan besar, di mana mereka harus mencari tempat tinggal sendiri di Jakarta.
Tunjangan Perumahan akan diberikan sejak hari pertama dilantik, namun besaran tunjangan ini belum secara resmi diumumkan ke publik.
Meskipun demikian, banyak pihak bertanya-tanya, apakah tunjangan tersebut cukup untuk menutupi tingginya biaya hidup dan akomodasi di ibu kota.
Keputusan penghapusan RJA ini menimbulkan diskusi di kalangan publik, terutama terkait efektivitas tunjangan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas.
Banyak anggota DPR periode sebelumnya telah terbiasa dengan kemudahan rumah jabatan di kompleks khusus yang berlokasi strategis di Jakarta.
Kini, mereka harus mencari solusi sendiri untuk tempat tinggal, meski tetap disokong tunjangan perumahan.
Pensiun Menggiurkan Meski Fasilitas Dinas Hilang
Walaupun fasilitas rumah dinas dihapus, anggota DPR masih bisa tersenyum berkat tunjangan pensiun yang tetap menggiurkan.
Setelah masa jabatan berakhir, setiap anggota yang pensiun akan menerima dana pensiun bulanan yang cukup menarik.
Anggota DPR biasa yang mengabdi hingga akhir periode berhak atas pensiun bulanan sebesar Rp 2,5 juta, sementara Ketua DPR akan menerima pensiun tertinggi, yakni Rp 3,02 juta per bulan.
Dana pensiun ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan serta Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Dana pensiun ini berlaku seumur hidup, hingga mereka meninggal dunia, dan bahkan bisa diwariskan kepada pasangan atau anak-anak yang masih memenuhi syarat, seperti belum berusia 25 tahun, belum menikah, dan belum memiliki pekerjaan tetap.
Bagi Wakil Ketua DPR, mereka berhak atas dana pensiun sebesar Rp 2,77 juta per bulan. Sistem pensiun ini juga menjamin kesejahteraan mantan anggota DPR dalam jangka panjang, memberikan stabilitas finansial meski sudah tidak aktif menjabat.
Berapa Sebenarnya Hak Keuangan DPR?
Selain pensiun dan tunjangan perumahan, anggota DPR juga mendapatkan gaji pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000.
Ketua DPR menerima gaji pokok sebesar Rp 5.040.000 per bulan, Wakil Ketua Rp 4.620.000, dan Anggota biasa Rp 4.200.000.
Selain gaji pokok, anggota DPR menerima sejumlah tunjangan lain, seperti tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, dan tunjangan pengawasan.
Tunjangan kehormatan, misalnya, untuk Ketua DPR mencapai Rp 6.690.000, sementara anggota biasa menerima Rp 5.580.000.
Tunjangan komunikasi intensif juga menjadi salah satu komponen penting, dengan besaran Rp 16.468.000 untuk Ketua DPR dan Rp 15.554.000 untuk anggota biasa.
Ada juga tunjangan fungsi pengawasan yang mencapai Rp 5,25 juta untuk Ketua dan Rp 3,75 juta untuk anggota biasa.
Penilaian Publik: Mewah atau Efisien?
Meski banyak yang memuji langkah penghapusan rumah dinas sebagai bentuk efisiensi, tidak sedikit yang menyoroti bahwa tunjangan dan pensiun yang diterima anggota DPR masih jauh dari kata kecil.
Dengan berbagai tunjangan dan hak pensiun yang dijamin, banyak yang merasa bahwa kesejahteraan para wakil rakyat tetap terjamin dengan baik, bahkan tanpa fasilitas RJA.
Dalam konteks kesejahteraan, anggota DPR tetap berada di posisi yang diuntungkan, dengan hak keuangan yang cukup besar dibandingkan pegawai negeri lainnya.
Ini menjadi cerminan bagaimana lembaga legislatif tetap mendapatkan fasilitas mewah, meski telah ada pemangkasan di beberapa sektor.[]