Mamuju - BPK RI Perwakilan Sulawesi Barat (Sulbar) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada empat kabupaten di Sulbar.
Pemberian opini WTP kepada empat kabupaten berlangsung di kantor BPK RI Perwakilan Sulbar, Mamuju, Jumat, 26 Mei 2023.
Empat kabupaten yang mendapat opini WTP dari BPK RI Perwakilan Sulbar, yakni Mamuju, Mamasa, Majene dan Polman.
Kepala BPK RI Perwakilan Sulbar, Hery Ridwan mengungkapkan, sesuai dengan Undang-Undang nomor 15 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor 15 tahun 2006, BPK RI telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2022 pada seluruh entitas pemeriksaan BPK Sulbar.
"Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk memberikan opini atas kewajaran LKPD tahun anggaran 2022," kata Hery Ridwan.
Pemeriksaan tersebut, kata Dia, dilakukan dengan memperhatikan sejumlah kriteria.
"Diantaranya, kesesuaian pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern," katanya.
Untuk diketahui, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Terdapat beberapa permasalahan yang secara umum ditemukan pada empat kabupaten tersebut, yang perlu mendapat perhatian lebih.
Mulai dari proses penetapan anggaran yang tidak rasional atau tidak sesuai ketentuan, yang mengakibatkan defisit anggaran dan menyebabkan pemerintah daerah tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya.
Pengelolaan pendapatan daerah (pajak, retribusi, pemanfaatan aset, dan lain sebagainya) yang belum memadai dan tidak sesuai dengan ketentuan, yang mengakibatkan kekurangan pendapatan daerah.
Pencatatan piutang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, pertanggungjawaban belanja barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan (antara lain bukti-bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai), yang mengakibatkan kelebihan pembayaran.
Kekurangan volume pekerjaan bangunan dan jalan, ketidaksesuaian spesifikasi, dan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan fisik, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran dan risiko mutu pekerjaan yang tidak sesuai.
Serta penatausahaan dan pengelolaan aset tetap Pemda belum tertib, yang mengakibatkan meningkatnya risiko kehilangan atau penyalahgunaan aset tetap. []