Jakarta - Indonesia Police Watch atau IPW mendesak dilakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigpol Nopriansah Yosua Hutabarat.
Tim gabungan bentukan Kapolri juga diminta mengusut hilang dan rusaknya CCTV di lokasi kejadian dan pos pengamanan rumah dinas Kadiv Propam.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulisnya pada Minggu, 17 Juli 2022 mengatakan, merujuk hasil sementara tim gabungan bentukan Kapolri, pihaknya memiliki tiga catatan penting.
Pertama, dari penyelidikan yang sudah berjalan belum terlihat informasi atas tindakan autopsi ulang jenazah Brigpol Y.
Oleh karena itu IPW mengharapkan tim gabungan melakukan autopsi ulang atas jenazah Brigpol Y dengan membongkar makamnya untuk kepentingan penyelidikan/penyidikan perkara.
“Kedua, dalam autopsi ulang, meminta tim gabungan melalui dokter forensik kehakiman untuk mendalami luka pada bibir, dan hidung tersebut timbul akibat apa?” katanya.
IPW kata dia, berkeyakinan bahwa luka pada wajah bukan akibat ricochet proyektil. Akan tetapi adalah akibat aniaya dengan senjata tajam atau menggunakan alat lain atau setidaknya bukan terkena proyektil.
Baca juga:
Tewas Ditembaki, Brigadir J Tetap Dilaporkan Kasus Pasal Berlapis
Hal ini akan membawa implikasi terdapatnya perbedaan secara diametral pada kesimpulan tentang peristiwa yang dialami oleh Brigpol Y sebelum mati, yaitu terjadinya baku tembak antara Brigpol J dan Bharada E atau Brigpol Y dieksekusi tanpa perlawanan.
CCTV dan Ponsel
Ketiga, terkait adanya campur tangan lain yang mengakibatkan rusaknya sejumlah alat bukti, seperti CCTV di rumah singgah Kadiv Propam, CCTV pos keamanan, dan hilangnya barang bukti ponsel Brigpol J, IPW mendorong agar tim gabungan menerapkan Pasal 233 KUHP.
Di mana isi Pasal 233 KUHP menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Baca juga:
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Melihat Langsung Penembakan Brigadir J
Sebab, pada barang-barang bukti CCTV tersebut, akan dapat diketahui keberadaan orang-orang yang ada di TKP, yang berpotensi tahu atau terlibat dalam kasus penembakan terhadap Brigpol J.
Di samping, ponsel Brigpol J yang akan dapat memberi penjelasan profiling psikologis Brigpol Y sebelum mati ditembak sehingga dapat membuka motif apa yang menjadi latar belakang kasus penembakan tersebut.
Tindakan merusak barang bukti dan penghilangan handphone ini harus diselidiki sebagai perkara berdiri sendiri terhadap siapapun yang melakukannya.
“Tidak terkecuali termasuk pada pihak-pihak yang kalau ada diduga membuat cerita bohong dalam kasus ini. Karena hal itu sudah dapat disebut sebagai obstruction of justice, menghalangi proses hukum,” tandasnya.[]