Jakarta – Penggunaan jet pribadi oleh Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep, mendapat sorotan tajam meski dinyatakan oleh KPK bukan sebagai gratifikasi.
Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), tidak ingin isu ini berakhir begitu saja. Ia mendesak Kaesang tetap membayar biaya jet pribadi senilai Rp 90 juta sebagai contoh transparansi.
Menurutnya, meskipun KPK memutuskan penggunaan jet pribadi ini bukan gratifikasi karena status Kaesang bukan sebagai penyelenggara negara, tetap ada pertimbangan publik terkait etika dan rasa keadilan.
“Kalau KPK menyatakan bukan gratifikasi, ya kita hormati. Tapi tetap, saya harap Kaesang bersedia menyerahkan uang yang diakui untuk biaya jet. Karena masyarakat pasti masih bingung apakah ini benar-benar bukan gratifikasi,” ujar Boyamin, Jumat, 1 November 2024.
Menariknya, Boyamin menyinggung kasus gratifikasi yang pernah ia laporkan sendiri kepada KPK pada 2020.
Saat itu, ia menyerahkan uang 100 ribu dolar Singapura yang diterima, meskipun statusnya bukan penyelenggara negara. Uang tersebut akhirnya diserahkan ke kas negara.
“Waktu itu saya terima 100 ribu dolar Singapura, saya laporkan ke KPK, dan mereka menyatakan bukan gratifikasi. Tapi tetap saya serahkan ke negara. Dalam kasus Kaesang, walau alasannya sama, ada hal berbeda karena dia anak dari penyelenggara negara, yaitu Presiden Jokowi,” jelas Boyamin.
Menurut Boyamin, membayar biaya jet pribadi itu adalah langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
“Ini supaya masyarakat merasa keadilan dijaga. Apalagi rakyat biasa tidak mungkin bisa nebeng jet pribadi. Penting agar KPK mengurus ini dengan baik demi kepercayaan publik,” ungkapnya.
Boyamin juga menekankan agar KPK tetap terbuka dalam menangani laporan seperti ini.
Ia menyebutkan bahwa potensi gratifikasi serupa juga perlu ditelusuri jika melibatkan pihak lain yang mungkin berhubungan dengan pejabat publik.
“Jangan hanya Kaesang, kalau ada kasus lain, KPK tetap harus telusuri apakah pernah ada pejabat lain yang ‘nebeng’ jet pribadi ini. Semua ini bisa dilacak di bandara, dan kita percayakan sepenuhnya ke KPK untuk mengkaji,” tambahnya.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa KPK tidak menganggap kasus Kaesang sebagai gratifikasi karena Kaesang bukan penyelenggara negara dan tidak terikat langsung dengan tugas ayahnya, Presiden Joko Widodo.
Bahkan, KPK telah beberapa kali menangani kasus serupa yang melibatkan bukan penyelenggara negara, termasuk laporan dari seorang dokter dan guru yang menerima hadiah.
“Berdasarkan penelaahan, ini bukan gratifikasi karena Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah terpisah dari orang tuanya,” jelas Ghufron di gedung KPK, Jumat, 1 November 2024.
Namun, dorongan Boyamin Saiman agar Kaesang tetap membayar biaya jet pribadi ke kas negara menyoroti aspek transparansi yang diharapkan publik.[]