Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan yang diajukan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E atas perkara tindak percobaan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J).
“Menolak perlindungan Bharada E sebagai pemohon terlindung untuk permohonan yang diajukan pada tanggal 13 Juli 2022,” kata Ketua LSPK Hasto Atmojo Suroyo dalam konferensi pers di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin, 15 Agustus 2022.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan permohonan Bharada E pada 13 Juli terkait dengan LP (Laporan Polisi) percobaan pembunuhan, selain itu juga terkait dengan status Bharada E ketika itu menjadi saksi atas dugaan kekerasan seksual kepada Putri Candrawathi.
Ia menjelaskan, penolakan ini karena tidak didapatkan informasi terkait dugaan tindak pidana kekerasan seksual, serta keterangan yang disampaikan pemohon terkait tindak pidana percobaan pembunuhan tidak berkesesuaian dengan informasi yang LPSK himpun terkait luka tembak yang dialami oleh Brigadir J.
Hal tersebut, kata Edwin, sebagaimana Bareskrim Polri telah menghentikan penyidikan atas laporan dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Bharada E dan dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi, pada Jumat, 12 Agustus 2022.
Edwin menyebut LPSK berpendapat tidak ada ancaman yang membahayakan Bharada E.
“Ancaman yang dimaksud oleh pemohon yaitu adanya laporan balik dari pihak keluarga Brigadir J dan pemohon juga mengkhawatirkan tindakan balas dendam dari pihak yang dirugikan atas kematian Brigadir J,” kata Edwin.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan sebelum mengambil keputusan tersebut, pihaknya telah melakukan tiga kali wawancara dalam lima kali pertemuan dengan asesmen psikologis yang dilakukan sebanyak tiga kali terhadap Bharada E.
Berdasarkan pemeriksaan psikologis, Edwin menyebut Bharada E kurang memenuhi kriteria untuk layak dipercaya karena kualitas memori yang tidak cukup memadai dan tidak ada indikasi kondisi yang lazim ditemukan pada korban percobaan pembunuhan.
“Teridentifikasi tidak memiliki masalah psikologis yang memadai sebagai terduga saksi kekerasan seksual dan terduga korban percobaan pembunuhan, dengan adanya keterbatasan bukti psikologis mengingat keterangan yang diberikan tidak konsisten, meragukan, tidak ingat atau tidak tahu. Selanjutnya, tidak ditemukan adanya resiko keberbahayaan yang dipersepsikan sebagai ancaman,” katanya.
Meski demikian, kata Edwin, berdasarkan pemeriksaan psikologis Bharada E perlu diberikan intervensi psikologis sesuai kebutuhan sebagai terduga saksi penembakan atau pembunuhan untuk mengurangi beban psikologis yang mungkin timbul selama menjalani proses hukum.
Selain itu, Edwin menyebut LPSK memberi rekomendasi kepada Kapolri agar Inspektorat Pengawasan Umum Polisi Republik Indonesia (Irwasum) melakukan pemeriksaan atas dugaan ketidakprofesionalan dalam upaya menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice), serta terkait penerbitan dua Laporan Polisi yaitu LP/B/1630/VII/2022/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA dan LP/368/A/VII/2022/PKT/POLRES METRO JAKSEL.
“Serta Kapolri diharapkan untuk mengambil langkah-langkah memastikan jaminan ketidakberulangan penanganan yang tidak profesional dan upaya menghalang-halangi proses hukum atau obstruction of justice,” ujarnya. []