News Sabtu, 11 Oktober 2025 | 18:10

Penanganan Insiden Al Khoziny Libatkan Peran Kementerian/Lembaga dan Pemda

Lihat Foto Penanganan Insiden Al Khoziny Libatkan Peran Kementerian/Lembaga dan Pemda Evakuasi korban Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo. (Foto: BNPB)
Editor: Rio Anthony

Sidoarjo - Penanganan menyeluruh atas insiden runtuhnya musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo melibatkan berbagai peran kementerian dan lembaga lintas sektor yang memiliki kewenangan berbeda namun saling melengkapi.

Dalam ranah penanganan darurat, BNPB menjadi koordinator utama berdasarkan mandat yang tertuang dalam UU Nomor 24 tahun 2007.

Tugas BNPB mencakup beberapa hal seperti memberikan instruksi kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait operasional pencarian dan pertolongan, penyediaan kebutuhan dasar bagi keluarga korban, logistik peralatan, pendanaan seluruh operasional melalui program Dana Siap Pakai (DSP), manajemen relawan dan pengungsi serta mengoordinasikan komunikasi publik.

Di lapangan, Basarnas memimpin operasi pencarian dan pertolongan (SAR) dengan dukungan TNI, Polri, dan relawan.

Lembaga ini memiliki kewenangan untuk mengevakuasi korban, menggunakan peralatan pendeteksi kehidupan, hingga menentukan periode dan evaluasi operasi penyelamatan.

Dari sisi teknis bangunan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berperan penting dalam menganalisis penyebab keruntuhan struktur.

Melalui tenaga ahli konstruksi, PUPR melakukan audit terhadap material dan desain bangunan serta memberikan rekomendasi teknis untuk memastikan keselamatan pada pembangunan berikutnya.

Di sisi sosial dan kesehatan, Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memegang peran vital.

Kemensos memberikan bantuan logistik, santunan duka, serta menurunkan tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP) bagi keluarga korban.

Sementara Kemenkes memastikan layanan medis bagi korban luka, mengatur tata kelola jenazah sesuai standar kesehatan, dan memantau kondisi relawan di lapangan.

Selain itu, Kementerian Agama (Kemenag) turut berperan sebagai pembina lembaga pendidikan keagamaan.

Kemenag melakukan verifikasi administratif terhadap pengelolaan pesantren, mengevaluasi kelayakan sarana prasarana, serta menyiapkan langkah pemulihan kegiatan belajar santri pasca-insiden.

Sementara itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangani aspek hukum dan keamanan lokasi.

Melalui Polda Jawa Timur dan Polres Sidoarjo, Polri mengamankan area reruntuhan, mengatur lalu lintas evakuasi, serta melalui Tim Disaster Victim Identification (DVI) melakukan identifikasi terhadap korban meninggal dunia. Kepolisian juga berwenang melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah terdapat unsur kelalaian atau pelanggaran hukum dalam pembangunan musala tersebut.

Dukungan juga datang dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang membantu operasi evakuasi, pengoperasian alat berat, dan pengamanan lokasi.

Dalam konteks koordinasi administratif, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama PUPR memastikan adanya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah, terutama terkait izin bangunan dan tata ruang.

Dalam ranah pemerintahan daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo memiliki tanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan penanganan darurat di wilayahnya.

Pemerintah daerah mengerahkan BPBD, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, serta Dinas PUPR setempat untuk menangani kebutuhan dasar, santunan korban, dan pemulihan lingkungan pesantren.

Secara keseluruhan, penanganan insiden Al Khoziny memperlihatkan sinergi lintas lembaga antara unsur teknis, hukum, sosial, dan kemanusiaan.

BNPB dan Basarnas mengawal fase darurat, PUPR dan Polri mengurus sisi teknis serta hukum, sementara Kemenag, Kemensos, dan Pemda berperan dalam pemulihan sosial serta pendidikan.

Keterlibatan seluruh pihak ini menjadi kunci dalam memastikan penanganan yang menyeluruh, transparan dan berorientasi pada keselamatan masyarakat. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya