Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menyoroti data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022 lalu, yang menempatkan Maluku pada posisi keempat provinsi dengan penduduk miskin terbanyak. Tingkat kemiskinan di Maluku sebesar 15,97 persen.
Demikian disampaikan Anis saat Komisi XI DPR melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Maluku pada Senin, 19 Desember 2022. Kunker ini dilakukan dalam rangka menilik pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Perwakilan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, LPS, Himbara, Jamkrindo, dan Askrindo, mendampingi Komisi XI DPR RI bertemu dengan Pemerintah Provinsi Maluku.
"Angka ini sangat memprihatinkan karena melampaui angka kemiskinan nasional yaitu 9,54 persen," kata Anis.
Kendati demikian, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini berpesan agar angka tersebut tidak menjadikan Pemprov Maluku rendah diri.
Kedatangan Komisi XI DPR RI dengan para mitra kerjanya diharapkan dapat membantu Maluku dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini juga membahas tentang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Maluku.
Berdasarkan data, penyumbang terbesar pada PDRB Maluku adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Ketiganya menyumbangkan 23,52 persen PDRB.
"Kondisi ini sangat unik. Maluku sebagai provinsi kepulauan dengan jumlah 1.412 pulau, tapi mengandalkan PDRB dari pertanian," ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa Maluku sudah lama ditargetkan menjadi lumbung ikan nasional. Bahkan, ikan di wilayah itu menjadi salah satu bargaining pemerintah untuk mendapatkan bantuan dari Jepang.
Namun hingga kini, kontribusi penetapan itu bagi penduduk Maluku belum terlihat.
"Maluku sebagai lumbung ikan nasional jangan hanya menjadi jargon dan janji manis. Tapi harus benar-benar membawa Maluku keluar dari garis kemiskinan," tuturnya.
Selanjutnya, ia juga menyoroti data BPS tahun 2019, yang menyebutkan nilai ekspor non migas dari Maluku hanya 0,8 persen. Data ini menunjukkan sumber daya yang dimiliki oleh Maluku belum bisa mengangkat kesejahteraan hidup penduduk sekitar.
Kondisi ironis ini disebabkan kebanyakan ikan tersebut ditangkap di Maluku tapi tidak diekspor dari Maluku.
"Ke depan perlu diupayakan agar ekspor hasil laut Maluku bisa langsung dikirim dari Maluku," kata dia.
Anis menambahkan formulasi alokasi anggaran yang hanya menjadikan jumlah penduduk dan luas wilayah daratan dalam penempatan alokasi anggaran, sangat tidak adil bagi Maluku yang sekitar 92 persen terdiri dari laut.
Padahal, lanjutnya, untuk membangun wilayah kepulauan itu membutuhkan anggaran yang jauh lebih besar, karena pulau-pulau kecil membutuhkan sarana dan prasarana sendiri.
"Ketersediaan sektor transportasi laut yang tidak memadai, membuat penjualan hasil pertanian di Maluku belum berjalan efisien. Oleh karenanya diperlukan aturan khusus untuk wilayah kepulauan seperti Maluku ini," ucap Anis Byarwati.[]