News Kamis, 17 Maret 2022 | 17:03

Alasan Koalisi Rakyat Lawan Oligarki Menolak Penundaan Pemilu

Lihat Foto Alasan Koalisi Rakyat Lawan Oligarki Menolak Penundaan Pemilu Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Puluhan elemen yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Lawan Oligarki melemparkan kewaspadaan terhadap aksi elite yang akan menggerakkan penundaan Pemilu 2024

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur melalui siaran pers yang dibagikan Kamis, 17 Maret 2022, menyebut bahwa upaya penundaan pemilu terus digulirkan elite politik. 

Menurut Koalisi, itu bukan sekadar testing the water atau untuk menguji reaksi publik. Apalagi Pemerintah dan DPR dinilai tidak pernah peduli dengan pendapat rakyat. 

Disebutkan, ingatan publik tentang legidiot atau produk legislasi yang dibuat secara ugal-ugalan, minim informasi, anti-kritik, serta abai dengan partisipasi rakyat, belum hilang hingga saat ini. 

Mulai dari revisi UU KPK, revisi UU Minerba, revisi UU MK, Omnibus Law UU Cipta Kerja, hingga UU IKN, dikebut dengan cara-cara yang sama, yakni tidak pernah mau mendengar protes dan keluhan rakyat. 

"Seperti istilah Jules Verne dalam Twenty Thousand Leagues Under The Sea, “aures habent et non audient”, kekuasaan punya telinga tapi tidak mendengar, punya mata tapi tidak melihat," tutur Isnur.

Berkaca pada pengalaman di atas, menurut Koalisi, upaya penundaan pemilu harus diwaspadai. Apalagi sudah terdapat tindakan nyata dari para elite politik untuk merealisasikan penundaan.

Dikatakan, bukti bahwa penundaan pemilu tidak sekadar  bahaya laten, tetapi sudah termanifestasikan adalah sikap dari anggota kabinet Presiden Jokowi yang secara terbuka mendeklarasikan keinginan menunda pemilu atau menambah masa jabatan presiden. 

Koalisi kata Isnur, melihat sikap itu diiringi dukungan dari ketua umum partai-partai koalisi pemerintah yang menguasai mayoritas parlemen secara mutlak di DPR. 

Baca juga: Puluhan Elemen Sipil Kumpul dalam Koalisi Rakyat Menolak Penundaan Pemilu

Mulai dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, hingga Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

"Bunyi sahut menyahut bak orkestrasi politik itu  merupakan pertanda keseriusan para elite politik di sekeliling istana," kata Isnur.

Dalam penilaian Koalisi, Isnur melanjutkan, sikap politik untuk menunda pemilu merupakan pembangkangan terhadap konstitusi. 

Bertentangan dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, yang mengatur mengenai asas periodik pemilu yang harus dilaksanakan reguler dalam waktu tertentu (fix term), yaitu lima tahun sekali. 

Selain penundaan pemilu, upaya perpanjangan masa jabatan juga hendak dipaksakan lewat penambahan masa jabatan menjadi tiga periode melalui pintu amandemen konstitusi. 

"Kedua upaya tersebut sama berbahayanya bagi demokrasi konstitusional kita. Para elite politik ini amnesia dengan suasana batin rakyat Indonesia yang dulu rela menukar darah dan air matanya demi menumbangkan rezim otoritarian Orde Baru Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Lantas apa motif dan kepentingan para elite politik ini untuk terus berupaya memperpanjang masa jabatan presiden?" katanya.

Alasan perbaikan ekonomi dan kecintaan rakyat terhadap Presiden Jokowi, sebagaimana yang kerap dijadikan propaganda penundaan pemilu oleh elite politik penyokong perpanjangan masa jabatan itu, menurut Koalisi, jelas merupakan dua alasan yang konyol dan mengada-ada. 

"Keduanya tidak dapat diterima oleh nalar sehat publik. Padahal publik mengetahui motif utamanya adalah mengamankan lapak bisnis para pemburu rente, yang selama ini kadung merasa nyaman karena mendapatkan begitu banyak memperoleh keistimewaan di masa pemerintahan Presiden Jokowi ini," tukasnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya