Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher menyebut pemberian bantuan subsidi upah (BSU) berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan yang hanya menyasar pekerja formal/penerima upah mencederai asas keadilan.
"Penyaluran BSU yang hanya menyasar pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan mencederai asas keadilan dan sebaiknya dievaluasi. Kenaikan harga BBM bukan hanya dirasakan pekerja sektor formal, akan tetapi juga dirasakan oleh pekerja informal," kata Netty dalam keterangannya, Jumat, 23 September 2022.
Dia berpandangan perlu dilakukan evaluasi, karena hingga kuartal IV-2021, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang bukan penerima upah (PBPU) ada sebanyak 3,55 juta orang.
"Di antara 3,55 juta orang tersebut tentu ada yang penghasilannya di bawah Rp3,5 juta dan tidak mendapatkan BSU karena tidak terdaftar sebagai pekerja formal," ujarnya.
Bahkan, kata politisi PKS ini, pekerja formal pun tidak akan menerima BSU kalau tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
"Pemberian BSU seharusnya lebih tepat sasaran dan tidak diskriminatif hanya bagi mereka yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Ada banyak pekerja formal dan informal yang belum menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, padahal mereka layak karena penghasilannya di bawah Rp 3,5 juta," tuturnya.
Dengan demikian, Netty menegaskan bahwa alasan menaikkan harga BBM agar subsidi tepat sasaran menjadi terbantahkan.
"Dengan subsidi dialihkan dalam bentuk BSU yang hanya dinikmati pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, maka justru tidak tepat sasaran. Dampak kenaikan BBM dirasakan masyarakat luas, tapi BSU hanya dinikmati sebagian kecil kalangan saja," ucap Netty.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan bahwa hampir 2 juta pekerja gagal mendapatkan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp 600.000 akibat tidak memenuhi persyaratan administrasi.[]