Jakarta – Tiga perwakilan Pengurus Pusat Forum Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (Forum PNS RI) menemui Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Pdt. Penrad Siagian, di Kompleks Parlemen DPD RI pada Rabu, 21 Mei 2025.
Mengutip keterangan resmi Penrad Siagian pada Sabtu, 24 Mei 2025, pertemuan itu juga diikuti secara daring oleh ratusan anggota Forum PNS RI dari 38 provinsi di Indonesia.
Forum ini menyuarakan keresahan dan aspirasi ribuan ASN yang terkendala proses mutasi akibat diberlakukannya Peraturan Menteri PANRB No. 6 Tahun 2024.
Dalam beleid tersebut, ASN yang diangkat pada tahun 2019 baru diperbolehkan mengajukan mutasi setelah minimal 10 tahun masa pengabdian.
Patah Harapan Karena Sistem Dikunci
Wakil Ketua Harian Forum PNS RI, Alfian Fahruddin, menyampaikan bahwa aturan baru tersebut bertentangan dengan ketentuan sebelumnya, yaitu PP No. 11 Tahun 2017.
Dalam PP tersebut membolehkan mutasi dengan masa kerja minimal 2 tahun dan maksimal 5 tahun.
Akibat perbedaan aturan itu, sistem SIASN (Sistem Informasi ASN) dikunci, membuat banyak ASN yang sudah menyelesaikan prosedur mutasi tetap tidak bisa pindah.
“Banyak yang sudah mendapat izin dari atasan, lulus assessment, dan lolos butuh, tetapi tidak bisa pindah karena SIASN dikunci. Sementara masalah keluarga dan kesehatan makin menumpuk. Ada yang keguguran, LDM (long distance marriage), dan terpaksa keluar ongkos besar untuk bolak-balik,” ujar Alfian.
"Harapan kepada pemerintah agar ada kebijakan dan kelonggaran mengenai mutasi ini, tidak berarti para ASN di tempat terpencil tidak ingin mengabdi pada negara tetapi ada sisi-sisi kemanusiaan yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah," sambungnya.
Keluhan Forum PNS RI
Salah satu testimoni disampaikan oleh Fatma, ASN Kementerian Agama asal Bone, Sulawesi Selatan.
Ia telah melewati seluruh tahapan mutasi secara sah, termasuk tes talenta dan persetujuan dari Kemenag Sulsel dan Kemenag pusat.
Namun, prosesnya terhambat oleh sistem informasi yang diblokir KemenPANRB berdasarkan aturan baru tersebut.
Akibatnya, ia harus bolak-balik antara pusat dan daerah, yang menguras waktu, energi, dan membuat pekerjaannya menjadi tidak optimal.
Contoh lainnya datang dari Usfail, tenaga kesehatan di sebuah rumah sakit. Ia harus menempuh inseminasi karena terpisah jauh dari pasangan.
“Biayanya sangat mahal dan prosesnya gagal. Kita harus bolak-balik ke kota di mana pasangan kami ditempatkan. Kami bukan tidak mau berjuang dan tidak adaptasi, kami sudah lakukan itu sesuai aturan, namun terkendala dengan KemenPANRB,” ujarnya.
Sementara itu, Ismail Sinaga dari Kepulauan Meranti, Riau, menyatakan bahwa sudah banyak ASN yang mengundurkan diri karena frustrasi dengan proses mutasi yang sangat sulit.
“Kondisi ini tentu jadi melemahkan pelayanan para ASN kepada publik. Kebutuhan OPD di daerah sering tidak bisa dipenuhi karena adanya aturan dari KemenPANRB dan penguncian sistem informasi ASN tersebut,” ucapnya.
Senator Penrad: Ini Soal Kemanusiaan
Menanggapi berbagai keluhan tersebut, Senator Penrad Siagian menyatakan bahwa persoalan mutasi ASN bukan hanya soal regulasi, melainkan menyangkut aspek sosial, psikologis, dan kemanusiaan.
“Jika sudah berkeluarga, idealnya ASN bisa bersama keluarganya. Negara harus menciptakan iklim kerja yang sehat dan manusiawi. Saya melihat pemerintah belum cukup jeli membaca persoalan ini. Ada problem serius pada persoalan kemanusiaan,” tegas Penrad.
Penrad menyatakan bahwa sejak awal dirinya konsisten memperjuangkan nasib ASN, termasuk tenaga honorer dan PPPK.
Ia menyoroti adanya dua paradigma besar dalam struktur ASN, yakni ASN daerah yang tidak mudah berpindah karena dibiayai oleh APBD, dan ASN pusat yang dikendalikan langsung oleh Kementerian PANRB dan BKN.
Penrad dengan tegas mengatakan bahwa kondisi ini menciptakan kerumitan dan tumpang tindih regulasi.
“Untuk mutasi antar Kabupaten dan antar provinsi sangat sulit, karena ASN yang menjadi pegawai daerah itu menjadi beban APBD. Kepindahan 1 orang itu memengaruhi keuangan daerah. Ada pendulum lain yaitu pegawai daerah kembali masuk ke pegawai pusat. Jika menjadi pegawai pusat semua, maka semua diatur 1 pintu dari nasional (kemenpanrb/BKN),” katanya.
Siap Fasilitasi Pertemuan dengan Menteri dan Kepala BKN
Sebagai bentuk konkret dukungan, Penrad menyarankan agar Forum PNS RI menyusun surat resmi dan berita acara audiensi.
Surat itu akan ia teruskan kepada Menteri PANRB dan Kepala BKN agar pertemuan dapat dijadwalkan.
“Saya akan kawal. Kita dorong ada pertemuan resmi dengan menteri dan kepala BKN. Yang jelas, saya sepakat dengan teman-teman: ASN harus punya ruang untuk bekerja dengan tenang tanpa mengorbankan kehidupan keluarga,” ujar Penrad.
Dalam pertemuan itu, ia juga mengungkap bahwa Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) saat ini sedang dalam tahap pembahasan revisi, baik di DPR maupun DPD RI.
Ia menyebut, revisi ini adalah momentum penting untuk mengoreksi berbagai regulasi yang tumpang tindih dan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai landasan kebijakan.
“Saya mendukung gerakan kawan-kawan, agar dicari solusi jalan tengah agar teman-teman ASN bisa bekerja dengan baik. Saya bersama dengan gerakan kawan-kawan bisa bersama keluarga,” ucap Penrad Siagian.
Pertemuan Forum PNS RI dengan Senator Penrad Siagian menjadi titik terang baru dalam perjuangan panjang para ASN yang terdampak kebijakan mutasi.
Para ASN berharap, pemerintah tidak hanya memandang mereka sebagai angka dalam sistem, tetapi sebagai manusia yang memiliki keluarga, tanggung jawab, dan hak untuk hidup layak.[]