News Sabtu, 08 April 2023 | 20:04

Hal yang Bikin Padang dan Banda Aceh Masuk Kota dengan Toleransi Terendah Tahun 2022

Lihat Foto Hal yang Bikin Padang dan Banda Aceh Masuk Kota dengan Toleransi Terendah Tahun 2022 Penampakan salah satu sudut Kota Padang. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Setara Institute merilis hasil laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022. Medan dan Padang masuk kategori kota dengan skor toleransi terendah.

Ini sebagaimana hasil laporan Setara Institute pada 6 April 2023. 

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, mengatakan, Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 merupakan laporan keenam Setara Institute sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2015.

IKT ditujukan untuk memberikan baseline dan status kinerja pemerintah kota dalam mengelola kerukunan, toleransi, wawasan kebangsaan dan inklusi sosial. 

Baseline ini akan menjadi pengetahuan bagi masyarakat, pemerintah dan berbagai pihak yang ingin mengetahui kondisi toleransi di 94 kota di Indonesia.

Objek kajian IKT adalah 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia. Empat kota yang dieliminir merupakan kota-kota administrasi di DKI Jakarta yang digabungkan menjadi satu DKI Jakarta.

Dari rilis tersebut diungkap juga pola-pola pelemahan toleransi. Setara Institute menyimpulkan beberapa atribut kota di peringkat terendah IKT 2022.

Pertama, kota dengan kepemimpinan yang mengedepankan identitas agama tertentu baik pada visi dan misi cenderung akan menerbitkan kebijakan-kebijakan favoritisme identitas agama yang mewakili dirinya.

BACA JUGA:

Kedua, perspektif mayoritarianisme atau perspektif viktimisme minoritas-mayoritas menjadi dasar penyelenggaraan kebijakan, sehingga pemerintah kota memiliki kecenderungan untuk menyelenggarakan program-program yang eksklusif dan hanya berorientasi kepada kelompok tertentu.

Ketiga, dinamika masyarakat sipil di bawah kepemimpinan pemerintah kota yang tidak memiliki kesadaran akan kemajemukan dan kebinekaan akan cenderung menciptakan ruang-ruang segregasi sosial yang membuat masyarakat semakin terpolarisasi oleh identitas keagamaan, etnis dan kelompok lainnya.

Masyarakat sipil di kota-kota dengan perspektif favoritisme dan formalisme cenderung kehilangan daya nalar demokrasinya. Daya interaksi kritis masyarakat melemah dan terjadi pengabaian terhadap kelompok-kelompok minoritas. 

"Jika keadaan ini berlangsung secara terus menerus, langkah-langkah kekerasan terhadap kelompok rentan dapat dengan mudah terjadi, karena masyarakat sudah kehilangan kuasa untuk menemukan perekat hubungan antar kelompok yang berbeda identitas," terang Halili Hasan, dilansir Sabtu, 8 April 2023.

Kelima, pemerintah kota yang tidak mengelola kehidupan kerukunan dan toleransi pada umumnya juga tidak banyak memberikan ruang perlindungan serta kurang memfasilitasi kebebasan merayakan hari-hari besar agama. 

Pemerintah kota lebih  banyak mengorientasi kebijakan-kebijakannya dengan menggunakan pendekatan- pendekatan keagamaan yang dianutnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya