Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan bahwa luka akibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu harus segera dipulihkan. Dengan demikian Indonesia dapat bergerak maju.
Demikian disampaikan Presiden Jokowi saat meluncurkan Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Kabupaten Pidie, Aceh.
"Ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban. Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," kata Jokowi sebagaimana disaksikan dari YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 27 Juni 2023.
Kepala Negara menuturkan pada awal Januari 2023, Pemerintah telah memutuskan untuk menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemenuhan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial. Ia bersyukur bahwa kebijakan tersebut dapat terealisasi.
"Kita bersyukur, alhamdulillah bisa mulai direalisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat di 12 peristiwa," ujarnya.
Ia menuturkan, Pemerintah berkomitmen melakukan upaya-upaya pencegahan agar hal serupa atau pelanggaran HAM berat tidak terulang lagi di masa mendatang.
Sebagaimana laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di Aceh telah mulai mendapatkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kerja, jaminan hak kesehatan, jaminan keluarga harapan, perbaikan tempat tinggal, serta pembangunan sejumlah fasilitas lainnya.
Jokowi menegaskan Pemerintah memiliki niat tulus untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat sesuai rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM).
"Dan kepada para korban atau ahli waris korban, saya mengucapkan terima kasih atas kebesaran hati untuk menerima proses ini setelah melalui penantian yang sangat panjang," ucap Jokowi.
Pada 11 Januari 2023, Pemerintah mengakui telah terjadi pelanggaran HAM berat di masa lalu pada 12 peristiwa.
Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa tahun 1965-1966, Penembakan Misterius tahun 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung tahun 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh tahun 1989, Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998, dan Kerusuhan Mei tahun 1998.
Kemudian, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II tahun 1998-1999, Pembunuhan Dukun Santet tahun 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh tahun 1999, Peristiwa Wasior Papua tahun 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua tahun 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh tahun 2003.
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan bahwa pemenuhan hak-hak korban 12 peristiwa tersebut dilakukan secara serentak oleh kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) yang terlibat dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat.
"Agenda pencegahan akan segera pula dilakukan dan usaha menyelesaikannya melalui jalur yudisial akan terus dilakukan," ucao Mahfud.[]