Daerah Rabu, 22 Oktober 2025 | 12:10

Kejati Sumut Didesak Usut Mafia Tanah di Desa Rambung Baru-Bingkawan

Lihat Foto Kejati Sumut Didesak Usut Mafia Tanah di Desa Rambung Baru-Bingkawan Aksi unjuk rasa Kelompok Tani Lepar Lau Tengah (KTLLT) melawan PT Nirvana Memorial Nusantara di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Medan - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menangani sejumlah kasus dugaan korupsi dalam pertanahan.

Diketahui pada 14 Oktober 2025, Kejati menahan mantan Kepala Kanwil ATR/BPN Sumut 2022-2024 dan Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang 2023-2025 dalam kasus dugaan korupsi pengalihan lahan.

Kemudian pada 20 Oktober 2025 menahan direktur anak usaha PTPN I dalam kasus kerja sama operasi (KSO) dengan Ciputra Land.

Meski demikian, Bakumsu mengingatkan agar penegakan hukum tidak berhenti pada kasus-kasus tertentu yang menyita perhatian publik. 

"Kejati Sumut jangan tebang pilih. Jika ingin sungguh-sungguh membongkar mafia tanah, maka kasus yang menimpa masyarakat Desa Rambung Baru dan Bingkawan yang tergabung dalam Kelompok Tani Lepar Lau Tengah (KTLLT) melawan PT Nirvana Memorial Nusantara juga harus segera diusut tuntas," kata Tommy Sinambela, Staf Studi dan Advokasi Bakumsu dalam keterangan persnya, 21 Oktober 2025. 

Disebutnya, kasus Rambung Baru-Bingkawan menjadi salah satu contoh nyata bagaimana persekongkolan antara pemodal, aparat desa, dan oknum BPN mengakibatkan warga kehilangan tanahnya secara sistematis. 

Sekitar 75 hektare lahan pertanian produktif milik warga Desa Rambung Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, diduga diserobot oleh PT Nirvana Memorial Nusantara, yakni perusahaan pemakaman mewah berskala internasional yang membangun Nirvana Memorial Park. 

Modusnya, PT Nirvana menggunakan 63 Akta Jual Beli (AJB) sebagai dasar penerbitan 63 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) oleh Kantor Pertanahan Deli Serdang atas nama perusahaan. 

Padahal, menurut warga nama-nama penjual yang tercantum dalam AJB tersebut banyak yang tidak dikenal atau bahkan bukan warga Desa Rambung Baru maupun Bingkawan, dan tidak memiliki lahan. 

Kemudian kejanggalannya, ada satu AJB yang penjualnya telah lebih dahulu meninggal dunia saat AJB ditandatangani. 

Fakta ini telah terungkap pada persidangan di PN Lubuk Pakam pada 2021 lalu, sehingga menguatkan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan indikasi praktik mafia tanah.

Lebih parah lagi, sertifikat HGB PT Nirvana diterbitkan untuk objek pada wilayah Desa Bingkawan, tetapi pembangunan justru dilakukan di Desa Rambung Baru, menandakan kekacauan administratif dan potensi pelanggaran pidana yang serius.

Akibatnya, upaya konstatering pasca putusan di MA RI inkracht pun bermasalah, dan mendapatkan penolakan langsung dari Kades Rambung Baru, Piman Tarigan beserta jajarannya yang ikut membersamai warga dalam aksi tolak konstatering pada 21 Juli 2025 lalu. 

Menurut Piman Tarigan, objek keliru karena menurutnya objek yang diklaim sebagai Desa Bingkawan justru secara administratif masih wilayah Desa Rambung Baru yang dipimpinnya.

Tommy menambahkan, masyarakat Rambung Baru bersama Bakumsu telah melaporkan kasus ini sejak 2022 ke berbagai lembaga, mulai dari Satgas Anti Mafia Tanah, Bareskrim Polri, DPR RI, Polda Sumut, BPN Sumut, termasuk Kejati Sumut. 

Bahkan terbaru warga melaporkan secara langsung ke Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat kunjungan menghadiri Musyawarah Pelayanan ke-VII Mamre GBKP di Sibolangit, 28 Agustus 2025 lalu.

Laporan warga ditindaklanjuti oleh Kejati Sumut dengan  turun langsung ke lokasi pada 9 Agustus 2022 untuk mengambil titik koordinat lahan. 

Dari hasil kunjungan ini Kejati Sumut memastikan bahwa objek tanah berada di Desa Rambung Baru, bukan Bingkawan. Sehingga mereka menganggap  bahwa kasus ini bukan pidana, melainkan ranahnya perdata.

Tommy menegaskan bahwa praktik mafia tanah seperti di Rambung Baru adalah bentuk kejahatan korporasi yang merusak tatanan hukum agraria dan melanggar hak asasi manusia. 

Kejaksaan, Polri, dan Kementerian ATR/BPN RI yang merupakan Tim Satgas Anti Mafia Tanah, dan seluruh pihak terkait lainnya harus berani membongkar jaringan yang melibatkan korporasi, oknum pejabat ATR/BPN, dan aparat lokal yang memperjualbelikan tanah rakyat dengan dokumen palsu. 

“Jangan tebang pilih terhadap kejahatan korporasi, harus diungkap dan dibongkar agar publik tahu siapa bermain di dalamnya,” tandas Tommy.

Dikatakan dia, apresiasi terhadap Kejati Sumut jangan justru mengabaikan kasus lain yang tak kalah penting. 

"Jika Kejati berani menahan pejabat tinggi ATR/BPN, maka keberanian yang sama harus ditunjukkan untuk menyeret aktor-aktor mafia tanah dalam kasus lainnya khususnya dalam kasus Rambung Baru-Bingkawan ini," tukas dia. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya