News Rabu, 05 April 2023 | 12:04

Parkindo Sampaikan Duka Mendalam atas Aksi Intoleransi Bupati Purwakarta

Lihat Foto Parkindo Sampaikan Duka Mendalam atas Aksi Intoleransi Bupati Purwakarta Bangunan gereja yang disegel Bupati Purwakarta. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) turut merasa terluka amat mendalam atas tindakan Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika yang menyegel gereja GKPS.

Kejadian di Purwakarta memperparah sikap sebagian masyarakat dan pemerintah yang acapkali bertindak intoleran serta tidak mengindahkan konstitusi yang ada.

Seturut dengan itu DPP Parkindo meminta Pemerintah Pusat hingga kabupaten/kota untuk membentuk Satgas Pemantauan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) semua rumah ibadah.

Parkindo juga mengecam keras tindakan arogansi Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika yang telah melakukan penutupan rumah ibadah GKPS di Desa Cigelam, Kecamatan Babakan, Purwakarta, Jawa Barat.

"Tindakan itu secara tidak langsung melarang warga negara Indonesia yang memiliki hak atas beribadah, padahal beliau adalah pemerintah yang seharusnya bertindak melindungi warganya," kata Ketua Umum DPP Parkindo Lukman Doloksaribu dalam siaran persnya diterima Opsi, Rabu, 5 April 2023.

Parkindo kemudian meminta pemerintah setempat untuk menyediakan tempat ibadah yang layak dan dapat terakses dengan mudah bagi jemaat GKPS yang gedungnya saat ini sudah ditutup oleh pemerintah setempat.

"Kami meminta agar Gubernur Jawa Barat menindak tegas atas sikap dan perbuatan intoleran Bupati Purwakarta," katanya.

BACA JUGA: Bupati Purwakarta Segel Gereja GKPS, PGI Protes Keras

Parkindo meminta dibubarkan FKUB yang tujuannya dibentuk untuk mempermudah perizinan pembangunan rumah ibadah, justru menjadi pencetus tindakan intoleransi di berbagai tempat.

Parkindo kemudian meminta segera dilakukan revisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.09/08 Tahun 2006. 

Konstitusi

Dalam keterangan pers tertulis itu diungkap pula soal perlindungan hak atas berkeyakinan, beragama dan beribadah di Indonesia.

Dapat dilihat pada dokumen resmi kenegaraan adalah Pancasila, khususnya Sila Pertama yang berbunyi: “Ketuhanan yang Maha Esa,” dimana sila tersebut secara lugas disebutkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa". 

Kemudian, sila tersebut juga ingin menyampaikan bahwa warga Indonesia harus bisa mengembangkan semangat toleransi, saling menghormati antar pemeluk keyakinan, agama dan kepercayaan yang berbeda-beda atas dasar nilai universal Ketuhanan yang Maha Esa tersebut.

BACA JUGA: Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika Segel Bangunan Gereja GKPS

Konstitusi Indonesia UUD 1945 lahir sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 disusun. Pengakuan akan hak berkeyakinan, beragama, dan beribadah telah dinyatakan pada Pasal 29, yang berbunyi:

  1. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Dalam konstitusi ini, jelas bahwa salah satu tugas negara adalah menjamin kebebasan warga negaranya untuk memeluk dan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.

"Namun belakangan ini, hal tersebut justru sering dilanggar di tengah masyarakat, bahkan dilakukan oleh pemerintah setempat, sehingga banyak menimbulkan polemik berkepanjangan dan konflik horizontal," tutur Sekjen DPP Parkindo Besli Pangaribuan. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya