Pilihan Selasa, 08 Maret 2022 | 20:03

Perempuan untuk Masa Depan

Lihat Foto Perempuan untuk Masa Depan Sekfung Infokom GMKI Tobelo, Nofles Naleng. (Foto:Istimewa)

Oleh* Nofles Naleng, Sekfung Infokom GMKI Tobelo

8 Maret menjadi hari di mana seisi bumi memperingati International Women Day ( IWD) atau Hari Perempuan Internasional. Gegap gempita dalam ragam aksi berhamburan sana-sini. Pelosok negeri ini pun tak luput dari perayaan tersebut. 

Dasawarsa belakangan ini, 8 Maret menyedot perhatian publik. Ekspresi perempuan terhadap berbagai isu dan kasus dibungkus apik dalam suguhan tema perayaan. 

Bahkan perayaan bertemakan dan bertujuan kampanye egaliterisme serta emansipasi perempuan dalam ruang-ruang kehidupan, tidak lagi dan tidak hanya disuarakan perempuan. Kerasnya volume itu disuarakan juga oleh makhluk yang disebut laki-laki.

Dalam catatan yang berhasil dirangkum, ternyata IWD pertama kali dirayakan pada tahun 1991 di negara-negara Eropa seperti  Austria, Denmark, Jerman dan Swiss. Pada 19 Maret 1975, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadikan hari Perempuan Internasional sebagai perayaan tahunan.

Di tahun 1996, PBB menggagas dan  mengangkat sebuah tema untuk memperingati hari perempuan internasional pertama, yakni; "merayakan masa lalu merajut masa depan". Lalu kemudian tanggal 23 Februari 1996, digunakan perempuan Rusia sebagai hari perempuan internasional (IWD)

Dari berbagai catatan di atas, tampak secara jelas bahwa telah terjadi perbedaan dalam menentukan dan merayakan hari perempuan internasional (IWD). Meski demikian, mayoritas negara menjadikan 8 Maret sebagai peringatan IWD.

Karena itu, 8 Maret harusnya menjadi momentum seluruh dunia dalam memperingati hari perempuan sekaligus memperjuangkan hak-hak perempuan di ruang hidup. 

Selain itu, perjuangan terhadap kebebasan berekspresi juga mesti dijamin, sehingga bukan karena penampilan seseorang yang kelak dijadikan alasan lahirnya kekerasan seksual atas kaum perempuan. 

Menjamin keterlibatan perempuan dalam ranah publik dalam usaha membangun demokrasi di Indonesia. Regulasi pembatas yang biasanya dicantumkan 30 persen justru hadir sebagai legitimasi pembatasan dan merusak citra demokrasi.  Karena itulah, cita-cita kesetaraan dan partisipasi dalam ruang publik, teruslah digaungkan. 

Pada tahun 2022, tema yang di suguhkan dalam memperingati hari perempuan sedunia adalah, "Kesetaraan gender hari ini untuk masa depan yang berkelanjutan" (Gender equality today for a sustainable tomorrow).

Terkait dengan tema di atas, maka perlu juga di lihat dari berbagai catatan sejarah, apakah perempuan masih di tindas, sesuai dengan perspektif gerakan feminis? Atau justru, berbagai kebebasan telah di buka ruang bagi perempuan?

Dalam populasi jumlah penduduk di seluruh dunia, jumlah penduduk yang paling banyak  adalah perempuan, ketimbang laki-laki.

Dari populasi tersebut, perempuan juga banyak berada pada berbagai lembaga, baik itu ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, bahkan politik. Artinya, isu tentang kesetaraan tidak lagi relevan di era kekinian. 

Walau demikian tidak bisa juga kita jadikan jumlah sebagai ukuran kesetaraan. Tetapi lebih daripada itu, perempuan haruslah dipandang sama dengan laki-laki, sama-sama manusia. (Selasa, 8 Maret 2022)

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya