Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut Pemilu 2024 serentak memicu adanya politik jual beli.
Sebab, kata Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, pemilu serentak berpotensi memunculkan rekayasa politik.
Demikian disampaikan Titi dalam diskusi KedaiKopi bertajuk `Partai Politik Bisa Dibeli? Gosip Atau Fakta?`, Minggu, 20 November 2022.
"Pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang serentak menimbulkan efek ekor jas atau coat tail effect. Mereka akan memilih partai politik yang juga mengusung atau mengusulkan calon presiden yang juga dia pilih," kata Titi seperti dikutip pada Senin, 21 November 2022.
Menurutnya, Indonesia perlu belajar dari Brazil yang sukses menggelar pemilu serentak hingga memiliki 11 pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Indonesia dengan sistem yang sama namun karena ambang ada batas pencalonan presiden yang angkanya berasal dari pemilu masa lampau, menjadikan sistem presidensial rasa parlementer," ujarnya.
Dia mengklaim, adanya ambang batas menimbulkan potensi terbukanya ruang transaksi politik apabila persentase partai tidak mencapai ambang batas.
Terlebih, lanjutnya, masyarakat akan terus disajikan berita mengenai pertemuan antar-elite politik.
Baca juga: Soal DOB Papua, Perludem Tegaskan Pentingnya Payung Hukum Mengenai Pemilu 2024
Baca juga: Tingkatkan Partisipasi Publik, Perludem Minta KPU Transparan Soal Data Pemilu
"Dan selama itu pula kita tidak bisa mengakses isi pertemuan. Karena tadi ya pragmatisme akhirnya sistem yang kita hasilkan adalah anomali dari praktik yang sepertinya bisa kita manfaatkan untuk memperbaiki situasi politik dan pemerintahan kita," ucap Titi.[]