News Rabu, 18 Juni 2025 | 16:06

Pernyataan Rasis Wali Kota Jayapura, Seno Pusop: Sebuah Luka Bagi Persatuan Papua

Lihat Foto Pernyataan Rasis Wali Kota Jayapura, Seno Pusop: Sebuah Luka Bagi Persatuan Papua Seno R. Pusop Aktivis Muda papua. (Foto: Ist)
Editor: Rio Anthony

Jakarta - Sebuah potongan video pernyataan Wali kota Jayapura, Abisa Rollo beredar dan menyulut gelombang kritik.

Dalam video tersebut, Abisa menyampaikan kalimat yang diduga bermuatan rasis dan diskriminatif terhadap kelompok masyarakat yang berasal dari wilayah Papua Pegunungan.

Dalam pernyataannya, ia mengatakan:

"Karena yang biasa palang dan demo itu, saya pikir bukan orang Port Numbay, bukan orang Pante, ini orang-orang gunung ini".

Lebih jauh, Abisa juga menyampaikan bahwa:

"yang buat segala macam persoalan di Kota ini bukan orang Port Numbay, yang demo di Kota ini kita kembalikan ke kampung masing-masing supa jangan ada yang merusak kota ini, ucapnya".

Menanggapi pernyataan dari Walikota Jayapura, Seno R. Pusop yang juga aktivis Papua melihat bahwa hal ini sangat tidak pantas di ucapkan, justru sangat berbahaya.

Ia menilai bahwa Wali kota Jayapura mengkotak-kotakkan masyarakat berdasarkan asal-usul geografis, kultural, dan secara tidak langsung menyudutkan masyarakat Papua pegunungan sebagai sumber masalah sosial di Jayapura.

"Ini adalah bentuk stigmatisasi yang merusak sendi persaudaraan dan semangat Papua sebagai satu rumah besar," tegas Seno.

Wali Kota sebagai Kepala Daerah seharusnya sebagai sosok pemersatu, bukan pemecah. Ia seharusnya memelihara keharmonisan, bukan memperuncing perbedaan antara orang pantai dan orang gunung.

Kota Jayapura bukan hanya milik Port Numbay, melainkan jantung dari tanah Papua yang berdetak bagi semua anak negri, baik itu dari pesisir, lembah hingga pegunungan.


Pernyataan Ini Melanggar Semangat Konstitusi:

Pernyataan tersebut juga mencederai konstitusi Negara Republik Indonesia yang menjamin kebebasan berekspresi (Pasal 28E UUD 1945) dan melarang diskriminasi dalam bentuk apa pun (Pasal 28I UUD 1945).

Bahkan UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis jelas melarang ujaran yang merendahkan martabat suatu kelompok etnis.

Mengidentifikasi pengunjuk rasa berdasarkan asal daerah, dan secara terang menyatakan bahwa hanya orang gunung yang membuat kerusuhan, adalah sebuah tindakan rasis dan pelanggaran etika kepemimpinan.

Pemimpin Harus Dirajut, Bukan Memisah

Di tengah upaya membangun Papua yang damai, adil, dan setara, pernyataan seperti ini justru menjadi bara api yang memecah belah.

Masyarakat Papua telah lama berjuang untuk kesetaraan, dan luka-luka sejarah tak sepatutnya diperparah oleh pernyataan dari pemimpin yang seharusnya jadi pelindung.

Bapak Wali kota seolah-olah membangun Kota Jayapura dengan "Hati Lurus, Rambut Keriting", padahal masih banyak orang yang hidup, kerja dan membangun Kota Jayapura dengan "Rambut Lurus, tapi Hati Keriting,".

Sayangnya, pernyataan wali kota Jayapura dalam video tersebut menunjukkan bahwa keriting tidak menjamin hati tetap lurus, ketika kekuasaan lebih dikedepankan daripada keadilan.

Kami menolak segala bentuk rasisme, diskriminasi, dan pengkotak-kotakan masyarakat Papua. Orang gunung, orang pantai, orang lembah, semua adalah anak negeri, semua berhak bersuara, semua punya hak atas tanah dan kota ini, ungkap Seno.

Kami mendesak:

1. Wali Kota Jayapura untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Papua, khususnya warga Pegunungan.

2. Meminta Aparat penegak hukum untuk menyelidiki pernyataan tersebut sebagai ujaran diskriminatif.

3. Meminta tokoh masyarakat dan gereja untuk tidak diam, karena keadilan adalah napas iman dan budaya, khususnya untuk warga Papua

Papua bukan dibangun oleh satu etnis. Papua dibangun oleh air mata, doa, dan keringat semua orang, dari puncak gunung hingga bibir pantai. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya