News Jum'at, 24 Juni 2022 | 13:06

Revisi UU Narkotika, Adde Rosi: Penanganannya Harus Extraordinary

Lihat Foto Revisi UU Narkotika, Adde Rosi: Penanganannya Harus Extraordinary Anggota Komisi III DPR RI Adde Rosi Khoerunnisa. (Foto:Istimewa)

Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Adde Rosi Khoerunnisa mengungkapkan, dalam pembahasan kejahatan narkotika tidak hanya terfokus pada seputar penindakan saja. Melainkan harus melakukan perencanaan yang matang dalam proses penanganan dari hulu hingga hilir.

Adde mengatakan hal tersebut harus termaktub dalam revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang saat ini sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI bersama pemerintah.

Hal ini disampaikan usai pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI dengan Kapolda Jabar Irjen Pol. Suntana, Kajati Jabar Asep N. Mulyana, Ka BNNP Jabar Brigjen Pol. M. Arief Ramdhani serta Kakanwil Kemenkumham Jabar Sudjonggo di Mapolda Jabar, Bandung, Kamis, 23 Juni 2022.

Dia menuturkan, pertemuan ini bertujuan untuk menyerap aspirasi dari aparat penegak hukum terkait revisi UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Kita tahu bahwa narkotika adalah kejahatan extraordinary, oleh karena itu penanganannya pun harus extraordinary. Bagaimana pencegahan, penindakan, rehabilitasi dan pemberdayaan masyarakat ini harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh. Saya harap masukan dari para penegak hukum di Jabar memparipurnakan revisi UU 35 ini," kata Adde Rossi meneruskan catatan Parlementaria, Jumat, 24 Juni 2022.

Pandangan politisi Fraksi Partai Golkar ini, ada beberapa permasalahan yang menjadi fokus bahasan tersebut. Salah satunya adalah rehabilitasi.

Menurutnya, rehabilitasi merupakan salah satu jalan keluar dari permasalahan over kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Apalagi, lanjutnya, hampir 70 persen penghuni lapas adalah para pengedar dan pengguna narkotika. Dari 70 persen tersebut, 9000 orang atau hampir 60 persennya adalah pengedar.

"Kita harapkan, dengan UU Narkotika yang baru, ada klasifikasi dan kategori yang jelas mana pengguna, mana itu pengedar. Insyaallah, harapannya tidak terjadi lagi over kapasitas di dalam lapas," ujarnya.

Ketika sudah diundangkan, dia berharap UU Narkotika mampu menjawab kekhawatiran masyarakat yang menganggap bahwasanya rehabilitasi hanya berlaku kepada orang-orang yang memiliki banyak uang. Sementara yang tidak punya uang, harus mendekam di dalam lapas.

"Dikotomi ini harus diluruskan dalam UU Narkotika nantinya. Karena perbedaan hukumannya bukanlah pada punya atau enggak punya uang, tetapi seberapa banyak barang bukti yang didapatkan, pengguna atau bandar," tuturnya.

"Jadi saya harap dikotomi-dikotomi atau bahasa-bahasa seperti itu sudah bisa terhapuskan. Nanti akan betul-betul didata dan dinilai juga dievaluasi mana orang yang harus direhabilitasi dan mana yang dimasukkan ke dalam lapas," ucap Adde Rosi.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya