Jakarta - Dari 300 laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Sagas TPPU) fokus terhadap 18 laporan transaksi mencurigakan.
Hal itu sebagaimana disampaikan Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo. Alasannya karena karena nilainya signifikan.
Menurut dia, satgas memeriksa transaksi janggal di Kementerian Keuangan. Bersumber dari 300 laporan hasil analisis (LHA), laporan hasil pemeriksaan (LHP), dan informasi dari PPATK dengan nilai keseluruhan Rp 349 triliun.
“Dari 18 LHA, LHP, dan informasi yang kami tetapkan sebagai skala prioritas itu nilainya mencapai Rp 281,6 triliun. Maka itu, artinya dari Rp349 triliun itu persentasenya sudah mencapai sekitar 80 persen,” kata Sugeng, dilansir Sabtu, 10 Juni 2023.
Dari 18 laporan dimaksud, sebanyak 10 laporan di antaranya merupakan laporan dari PPATK yang diserahkan kepada instansi-instansi di Kementerian Keuangan. Laporan-laporan itu ditangani oleh Kelompok Kerja (Pokja) 1 Satgas TPPU.
BACA JUGA: Mahfud Ungkap Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun adalah Dugaan Pencucian Uang
Rinciannya ungkap dia, dari Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) ada empat, kemudian Direktorat Jenderal Pajak ada tiga, dan selebihnya tiga informasi dipaparkan oleh Inspektorat Jenderal.
Kemudian, sebanyak delapan laporan telah diserahkan PPATK kepada aparat penegak hukum, yang selanjutnya laporan-laporan itu menjadi tanggung jawab Pokja 2 Satgas TPPU.
Rinciannya, sebanyak empat laporan ditangani kepolisian dan empat laporan ditangani kejaksaan.
“Dari pendalaman yang dilakukan, diberikan paparan oleh teman-teman kepolisian bahwa dua perkara atau dua laporan yang dikirimkan PPATK sudah dinyatakan lengkap dan sudah diserahkan ke penuntutan. Bahkan, ada satu (laporan) yang memang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Sugeng.
Ada satu laporan yang dihentikan penyelidikannya karena tidak cukup alat bukti untuk melanjutkan proses hukumnya.
Sementara dari empat laporan yang ditangani kejaksaan, satu di antaranya masih dalam proses penyelidikan, tepatnya oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Sisanya, satu perkara dihentikan oleh kejaksaan karena terduga pelaku meninggal dunia, dan satu kasus dihentikan karena kurang alat bukti. []