Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa Anti-Corruption Film Festival (ACFFest) atau Festival Film Antikorupsi 2022 bukan sekadar hiburan semata.
Wakil Ketua Komisi KPK, Nurul Ghufron menjelaskan penyelenggaraan ACFFest juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang budaya antikorupsi.
"Jadi, dari tahun ke tahun, film drama, teater itu bukan hanya untuk sarana hiburan tetapi untuk mengedukasi. Oleh karena itu, KPK berharap dengan ACFFest ini bagaimana menggugah insan-insan muda supaya memberikan informasi edukasi dari kalangan muda dengan selera sendiri. Itu yang kami harapkan," kata Ghufron di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Jakarta, Sabtu malam, 3 November 2022.
Selain itu, dia juga berharap semakin banyak khalayak sineas yang berpartisipasi dalam pembuatan film antikorupsi tersebut.
"Supaya semakin banyak (sineas) yang berpartisipasi dan juga kepada penontonnya semakin teredukasi untuk melakukan budaya antikorupsi menggunakan sarana film ini," ujarnya.
Menurutnya, pemberantasan korupsi tidak hanya soal penindakan, namun juga melalui pendidikan dan peran serta masyarakat, salah satunya melalui film.
Wakil Ketua Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron. (Foto: Opsi/Fernandho Pasaribu)
"Pembudayaan antikorupsi tidak bisa hanya dilakukan dengan menggunakan satu lini, kami melakukan pendidikan antikorupsi melalui kurikulum, melalui ormas, melalui parpol, itu sudah kami lakukan, tetapi juga untuk kalangan kalangan muda, saya kira perlu juga didekati dengan menggunakan budaya dan juga film," ujarnya.
Lebih lanjut, dia juga menyebut ada beberapa film yang membuat dirinya terkesan, salah satunya pemenang film pendek dokumenter berjudul "Elin". Film karya Andri Saputra ini bercerita tentang isu-isu disabilitas.
Ghufron berpandangan, kisah Elin tersebut menunjukkan bahwa keterbatasan fisik itu tidak mengurangi warga negara untuk berkontribusi kepada Tanah Air maupun kemanusiaan.
"Bahkan, sebaliknya dari film Elin itu menunjukkan bahwa koruptor itu malah memiliki disabilitas karakter yang berbahaya. Itu saya kira menggugah bahwa orang-orang yang disabilitas itu ternyata memiliki kemandirian dan juga memberi kemanfaatan bagi orang lain," tuturnya.
"Sebaliknya, orang-orang yang sempurna kayak kita yang kemudian terjatuh pada tindak pidana korupsi, mereka sesungguhnya sedang tidak mandiri, bahkan sedang merugikan orang banyak," katanya menambahkan.
Tak hanya itu, dia juga terkesan dengan film berjudul "Titip Sendal" yang memenangi kategori film proposal ide cerita.
"Titip sandal itu menunjukkan bahwa ketertiban itu merupakan kebutuhan dan kepentingan kita bersama. Sebaliknya, tidak tertib satu orang saja mengakibatkan rusak semuanya," ucapnya.
"Ini menunjukkan sekali lagi korupsi itu salah satunya butuh seperti jalan pintas, jalan pintas itu kemudian mengakibatkan ketidaktertiban," sambungnya.
Lantas, dia mengungkapkan ada nilai tersendiri yang bisa didapat dari film-film tersebut, yakni manfaat ketertiban bagi semua pihak.
Baca juga: Terganjal Batasan Umur, Nurul Ghufron Gugat UU KPK ke MK
Baca juga: Firli Klaim KPK Tak Tunduk Kepada Kekuasaan Manapun
"Ketidaktertiban itu akan kemudian merusak dan merugikan kita semua. Nilai-nilai itu yang ditampilkan, ketertiban itu penting untuk kemanfaatan kita semua," ucap Ghufron.[]